30 Oktober 2011

Oktober

Oktober

Senja mulai menampakkan dirinya. Sayup angin menyambut. Hamparan langit membentang memeluk bumi. Langit biru berganti latar menjadi gelap. Awan mulai menyelimuti dengan gagahnya. Alam menunaikan persembahannya pada jutaan spesies makhluk hidup. Rinai hujan berjatuhan menyapa rimbuan pohon. Air menetes di ujung daun, jatuh ke tanah. Serabut akar berderet riang menyambut kehidupan. 

Oktober. Bulan dimana musim berganti. Dahaga tanah tandus terpuaskan sudah. Butiran air dari langit akan turun membasahinya, sebentar lagi. Nelayan mulai menggerutu akibat fenomena alam yang terkadang mengganggu aktivitasnya. Di belahan bumi yang lain, sekelompok orang menawarkan sesajian pada sang Yang Mahakuasa. Tanda syukur bahwa mereka masih diizinkan melanjutkan hidup. Mereka adalah petani-petani yang memancangkan harapan di atas gemburnya tanah. Hujan adalah berkah tiada tara.

Oktober adalah jalan menikung, asing, penuh misteri, satire. Layaknya butiran air yang tumpah dari langit, tidak mampu menebak dimana dia akan jatuh. Seperti lemparan dadu, tidak mampu dijelaskan ilmu fisika. Sejak kapan saya memikirkan teka-teki bulan Oktober? Saya tidak tahu.

Sebentar lagi Oktober akan berlalu. Menyisakan pertanyaan yang tidak terjawab. Menyimpan misteri yang tidak terucap, terkunci rapat di bawah lembaran hari. Saya bukan pelaut yang membenci Okober, bukan pula petani yang selalu rindu dengan Oktober. Saya seperti bujang yang menunggu kepulangan sang perawan yang tidak pasti. Sedang saya benci menunggu. Sungguh menyesakkan. Hanya alunan rindu, harmoni gesekan daun yang bisa sedikit menenangkan. Aku menunggu November.

Kini, segenggam asa masih tersimpan. Harapan akan sesuatu yang lebih baik. Oktober sendiri enggan membantu. Saya mulai lelah, resah dalam penantian. Jika memang tidak, cepatlah berlalu...

28 Oktober 2011

Sumpah Pemuda Sebagai Bentuk Komitmen Kaum Muda Terhadap Bangsanya

Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia...

Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia...

Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia...
Tidak bisa dipungkiri, bahwa teks sejarah yang kita baca saat ini tidak ada yang persis sebagaimana adanya. Boleh jadi karena kepentingan pihak tertentu, sejarah diubah sedemikian rupa guna tujuan tertentu. Melihat konteks sejarah bangsa indonesia, hukum yang sama juga berlaku. Bahwa indikasi penyimpangan fragmen sejarah telah terjadi. Termasuk, ketika hasil kongres pemuda pada 28 Oktober 1928 dikukuhkan sebagai sumpah pemuda yang kita kenal sekarang ini.
Sumpah pemuda yang mulai dikenalkan pada zaman orde lama dan dikenal luas pada era Soeharto memimpin Indonesia. Langkah konkret yang ditempuh Soeharto adalah dengan mengikutsertakan sejarah sumpah pemuda pada kurikulum pendidikan. Hasilnya, sumpah pemuda dikenal baik oleh pelajar dan setiap tahunnya diperingati.
Memasuki era reformasi, dimana keterbukaan informasi jauh berkembang dibanding era Soeharto dulu. Terungkaplah banyak fragmen sejarah yang dibelokkan oleh mendiang Soeharto. Diduga keras, tujuannya  untuk melanggengkan kekuasaan.
Dalam perjalanannya, sumpah pemuda juga tidak luput dari gugatan sejarah. Banyak kalangan yang "menuduh" sumpah pemuda sebagai program pemerintah semata untuk menggugah spirit nasionalisme rakyat Indonesia. Yah, semacam pengalihan isu. Dalam konteks kekinian, mirip dukungan ke Timnas Indonesia atau kasus Reog Ponorogo yang diklaim Malaysia. Tujuannya jelas, supaya rakyat sejenak melupakan kebobrokan penguasa.
Terlepas dari kesimpang-siuran sejarah sumpah pemuda, apresiasi serta penghormatan tinggi mesti kita berikan. Saya masih memandang sumpah pemuda sebagai bentuk komitmen kaum muda terhadap bangsanya. Bagaimana pun, sumpah pemuda mengajari kita cara mkencintai negeri tercinta. Apa yang kita miliki, Tanah Air Indonesia, Bangsa Indonesia, serta Bahasa Indoensia, menjadi alasan bahwa kita bisa menjadi yang terbaik. 
Selamat hari sumpah pemuda...!

27 Oktober 2011

Paradise; the Best Thing of Coldplay

Coldplay-paradise

....Life goes on
It gets so heavy
The wheel breaks the butterfly
Every tear, a waterfall
In the night, the stormy night
She closed her eyes
In the night, the stormy night
Away she flied....

26 Oktober 2011

25 Oktober 2011

Postingan yang Ada Mencitnya


Seolah tampan

Mahasiswa galau yang penelitiannya terancam gagal

Pura-pura ngambek

 Nah, ini baru tampan

NB: Apa pun yang anda lihat, jangan percaya. Adegan di atas hanyalah pura-pura.

Welcome!

Pertama saya ingin mengucapkan, welcome!  
Mencit betina saya melahirkan 3 hari yang lalu. Hasil hubungan gelap dengan mencit yang tidak dikenal, sebut saja si mencit jantan liar. Awalnya saya tidak merestui hubungan mereka karena alasan keturunan. Perlu diketahui, dalam silsilah mencit, garis keturunan adalah hal terpenting. Makanya menjalin hungungan dengan mencit yang berbeda keturunan, haram hukumnya. Akibatnya bisa berdampak panjang. Bisa-bisa diasingkan ke tempat lain atau dirajam sampai tewas.

Nasi sudah menjadi bubur. Mencit saya terlanjur hamil. Mau tidak mau, suka tidak suka, hubungan mereka harus saya ikhlaskan. Tapi dengan satu syarat, mereka harus berpisah untuk sementara waktu sampai anaknya lahir. Sampailah pada hari itu, tanggal 22 Oktober 2011, anak-anak mereka lahir. Proses persalinan berjalan dengan lancar dan selamat. Tidak tanggung-tanggung, 8 ekor sekaligus lahir dalam waktu dan rahim yang sama. Luar biasa! Entah bagaimana cara si mencit jantan liar itu menghamili mencit saya.

Gosip terakhir yang saya dengar, si mencit jantan liar menjalin hubungan dengan mencit tetangga yang masih gadis. Tentu saja kabar ini tidak saya sampaikan pada mencit saya yang baru saja bersalin. Saya tidak sanggup melihatnya bersedih kemudian bunuh diri karena mendengar berita tragis itu. Biarlah anak-anak mereka menjadi sisa cinta dua sejoli. Satu hal yang harus dijaga, jangan sampai ketahuan kalau mereka lahir dari hubungan gelap kedua orang tuanya.

Terlepas dari ayahnya yang bejat, anak-anak mencit saya akan saya pelihara sampai dewasa nanti. Mencit adalah aset komersil yang bisa mendatangkan banyak untung. Motif saya jelas, memelihara mereka, membesarkannya, kemudian menjualnya. Impas kan!
NB: karena alasan privacy, foto anak-anak mencit tidak saya posting disini

Jadi Pembunuh

Sudah sembilan hari berlalu sejak pertama kali diberikan ekstrak. Kemarin adalah hari terakhir. Artinya, hari ini saya sudah harus mengambil darah mencit-mencitku untuk diuji. Sebanyak 2 ekor dari 25 ekor yang gugur di tengah perjalanan sebelum diambil darahnya. Tidak apa-apa. Toh, mereka gugur dengan alasan terhormat, yaitu demi sebuah penelitian.

Menilik kembali perjalanan mencit saya saat pemberian ekstrak selama 9 hari. Perjuangan yang tidak mudah. Berapa kali saya harus bersabar agar ekstrak bisa dengan sempurna masuk ke dalam tubuh mencit. Sebab salah sedikit, ekstrak bisa dimuntahkan kembali. Nah, kalau sudah begitu maka pemberian harus diulang kembali. Dan yang paling kasian adalah mencit.

Saya jengkel. Persediaan pelet (makanan mencit) tiba-tiba habis. Padahal saya masih ingat betul, sehari sebelumnya masih banyak. Pikiran saya jadi kemana-mana. "Wah, sepertinya ada perampok pelet nih". Siapa pun pelakunya, sadarlah! Sungguh, perampok pelet adalah pekerjaan yang tidak keren. Walhasil, saya mengemis meminta pelet kepada sesama peneliti agar perut mencit-mencit saya bisa terisi kembali.

Seperti yang saya katakan sebelumnya, saatnya hari ini mengambil darah mencit untuk diuji. Hari yang sangat menentukan hasil penelitian. Kalau tidak tepat, akibatnya bisa fatal. Tidak jarang penelitian diulang dari nol kalau gagal memperoleh darah mencit. Cukup sekali saja, saya tidak ingin mengulangi penelitian.

Mengambil darah mencit gampang-gampang susah. Dibutuhkan konsentrasi serta sikap tenang. Terlebih jika darah diambil lewat jantung. Diperlukan ketelitian tinggi dalam mendeteksi denyut jantung mencit. Iya, mengambil darah dengan volume 0,4-1 mL, tidak ada cara lain kecuali melalui jantung.

Usai pengambilan darah, sebagian besar mencit akan tewas seketika. Kalaupun hidup, nasibnya tidak lebih baik. Bisa dibayangkan bagaimana sakitnya jantung disuntik, isinya disedot kemudian ditampung dalam tabung. Bagi manusia, volume 1 ml tidak ada pengaruhnya jika diambil, tapi untuk mencit itu sangat berharga. Buktinya, mencit langsung meregang nyawa jika volume darah yang diambil berkisar 0,6-1 mL.

Semoga prosesi pengambilan darah berjalan lancar. Tewas atau tidak bukan urusan saya, yang penting darahnya berhasil diambil. Maaf kawan, mencit, kali ini saya sedikit egois. Bagaimana pun keberhasilan penelitian adalah harga mati. 

Setelah ini, status saya akan berubah yaitu menjadi seorang pembunuh. Agak menyeramkan, tapi setelah bercermin, sepertinya saya memang ada potongan pembunuh. Yah, walaupun masih sebagai pembunuh mencit.

20 Oktober 2011

Dear, Mencitku

Dear, mencitku...
Sebulan lamanya kita bersama. Suka duka kita lewati.
Berbagi roti, sepotong berdua. Kini kau jadi bagian hidupku.
Tiap hari kita bertemu. Aku menyapamu, di kandang yang sederhana ini.
Tahukah kau, betapa berartinya dirimu sekarang. Meskipun kau menggigitku, aku tidak mengeluh.
Tidak mengapa,

Bulu disekujur tubuhmu berdiri. Aku mengerti, kau sedang galau.
Aku mengelusmu, dengan lembut, dan penuh perasaan. Sambil berharap, engkau bisa tenang dan nyaman.
Aku sadar, kandang tidak bisa menenangkan perasaanmu.
Tapi, itulah yang paling aman. Aku tidak ingin hewan lain mengganggumu.
Sungguh, aku tidak rela.

Aku tahu, kau benci spoit.
Saya juga meringis membuncah ketika spoit 1 mL merogoh masuk ke mulut sampai lambungmu.
Tapi harus kulakukan.
Aku sudah berusaha melakukannya sebaik mungkin agar tidak menyakitimu.
Maafkan sobatmu ini.

Tahukah kau, mencitku. Lima tahun sudah aku berstatus mahasiswa dan belum sarjana.
Orang tuaku sudah menanyakan pertanyaan yang sama, ribuan kali: Kapan kamu sarjana, nak?
Harus kujawab apa. Kini kau jadi tumpuan harapan terakhirku.
Nyawaku di ujung napasmu, kini.

Mencitku sayang...
Tidak mudah menulis tentangmu. Apalagi puisi tentang mencit. Kenapa?
Tidak seorang pun pernah melakukannya.
Tapi, aku melakukannya, demi kamu.
Aku rela diteriaki bencong, demi kamu.
Apa pun kulakukan, demi kamu. Apalagi kalau bukan untuk menyenangkan kamu.

Wahai mencitku,
Bertahanlah, sepekan tidak akan terasa.
Walaupun, kau dan teman-temanmu akan mati akhirnya.
Percayalah, pengorbanan besarmu akan aku hargai.
Mati karena penelitian. Terdengar sangat indah kawan!
Seperti mati syahid. Kau tahu? Dijamin masuk surga! Maka berbahagialah.

Teruntuk mencitku,
Bertahanlah, kawan.
Doaku menyertaimu, orang tuaku, teman-temanku.
Semoga engkau sehat sampai saatnya tiba.
Ikhlaskan dirimu, jangan nakal, apalagi berbuat mesum. Ingat itu!
Doakan juga, semoga hasil penelitianku bagus...

Peluk dan cium dari sahabatmu yang tampan ini...


@Makassar, 20-10-2011

19 Oktober 2011

Bapak Presiden, Dengarkan Kegalauanku...

Lama tidak menulis artikel tentang politik. Bukan karena tidak bisa.
Kapan saja bisa, sebenarnya.
Hanya saya muak setiap melihat celoteh politisi.
Tiap hari mereka bercuap-cuap, kayak bencong di media.
di TV, koran, situs internet, dimana pun. Sumpah, mereka kayak bencong.

Dua pekan terakhir, Indonesia dihebohkan dengan isu reshufle KIB Jilid II.
Apa sih?
Reshufle yah reshufle aja.
Tidak penting jika mesti digembor-gemborkan sana-sini.
Pertanyaan saya: Jika tidak diberitakan di media, apakah reshufle bakalan batal?
Tidak kan...

Terus juga,
Di tengah menghangatnya isu nasional seperti pemogokan karyawan freeport,
kasus Nazaruddin.
Kok, tiba-tiba reshufle.
Atau, jangan-jangan ini settingan pemerintah saja.
Isu nasional "menyudutkan" pemerintah, maka lahirlah isu baru.
Jadi, seolah reshufle hanyalah meriam untuk meredam isu-isu di atas.

Mengapa tidak diselesaikan saja masalah di freport.
atau,
jangan-jangan pemerintah takut kalau boroknya  terkuak di publik.
Semua orang sudah tahu, pak!
Kepentingan freeport di atas segalanya, rakyat Papua ngantri belakangan, iya kan.
Jadi wajar kalau rakyat Papua kelaparan, pemerintah ongkang-ongkang kaki di Jakarta.
Giliran masalah freeport, langsung diterbangkan ratusan brimob ke Timika.
Malah, kalau begitu terus.
Saya akan berdoa semoga rakyat Papua bisa merdeka. Why not?

Belum lagi, kasus Nazaruddin yang kian tidak jelas juntrungannya.
Sedari dulu saya bilang, "sudahlah, jangan berharap apa-apa dari Nazaruddin"
Sejauh ini terbukti, dan saya yakin akan terbukti.
Argghhh, lama-lama saya gila di sini...

Sudahlah,...

18 Oktober 2011

Jangan Sebut Saudara Kita Non-muslim...!

Teringat dengan diskusi dengan beberapa orang teman 2 minggu yang lalu. Diskusi kecil-kecilan yang menyorot tema budaya. Setelah pemaparan dari pemateri, berlangsunglah sesi diskusi panjang. Cukup hangat dan menarik. Saya sendiri terlibat aktif di dalamnya dengan mengajukan berbagai permasalahan yang mengganjal di kepala. Begitu juga dengan teman-teman yang lain, mereka cukup aktif menyimak selama sesi pemaparan maupun diskusi.

Dalam perjalanannya, kami mengerucut pada persoalan budaya khas Sulawesi Selatan. Saya semakin tergugah ketika pembahasan melebar ke masalah pergaulan antar-pemeluk agama. Saya pikir ini sangat penting mengingat di Sulawesi Selatan, keragaman umat beragama adalah keniscayaan. Karenanya perlu dibangun sikap positif guna sebagai pengejewantahan sikap toleran, hormat-menghormati, dan persamaan derajat. Kita bisa memulainya dari hal-hal kecil dan sederhana.

Saya beragama Islam. Agama yang dianut oleh mayoritas rakyat Indonesia. Selain Islam, masih ada beberapa agama lain yang diakui negara misalnya, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Meski saya tidak pernah sepakat dengan aturan tersebut. Agama adalah persoalan pribadi dan tidak boleh diintervensi, termasuk oleh pemerintah. Tapi sudahlah, saya tidak mau berspekulasi sampai kesana.

Seperti disebutkan di atas, Islam adalah agama mayoritas di Indonesia, sedangkan pemeluk agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, Budha, Hindu, dan Konghucu adalah pemeluk minoritas. Tidak jarang, kita yang muslim, menyebut saudara kita yang berkeyakinan lain dengan sebutan non-muslim. Awalnya saya sepakat saja dengan sebutan demikian. Namun, akhirnya saya sadar penyebutan non- sangat tidak etis. Seandainya, Islam adalah agama minoritas di indonesia, maukah kita disebut non-Kristen, non-Hindu, dan non- yang lain. Saya pikir tidak!

Penggunaan kata non- menunjukkan disparitas dan diskriminasi antar-pemeluk agama. Seolah saudara kita yang berbeda keyakinan memeluk agama yang "berbeda", atau "lain". Padahal agama diturunkan untuk manusia.Agama lahir bukan untuk mengkotak-kotakkan manusia. Jadi, apa sulitnya menyebut agama saudara kita. Tidaklah susah rasanya jika kita mengatakan, si A beragama Kristen, si B beragama Hindu, dan seterusnya.

Sekali lagi, keragaman umat beragama adalah keniscayaan. Derajat kita sama, apa pun keyakinannya...

17 Oktober 2011

Cerita Ajaib Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken

Cover Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken

"Di sini memang tenang sekali, seolah tak ada suatu bahaya apa pun yang menghampiri. Namun kini, kudengar langkah kaki. Sepertinya ada yang datang. Dan Smiley. Ia..."

Sepenggal cerita dalam novel Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken. Cerita dua sepupu, Nils dan Berit. Buku surat yang ditulis mereka berdua akhirnya ditemukan kembali. Sebelumnya, Smiley berhasil merebut buku surat tersebut. Nils sangat lega.

Dua detektif, Nils dan Berit, benar-benar penasaran dengan kejadian aneh semenjak mereka saling berkirim surat. Surat dalam bentuk buku. Entah apa yang diinginkan Bibbi Bokken, sang Bibliophile. Tampak Bibbi Bokken menyusun rencana misterius  bersama komplotannya.

Sampai dipertengahan lembaran novel tersebut, saya terus saja penasaran dengan akhir cerita yang disuguhkannya. Penulis novel berhasil membawa saya dalam teka-teki rumit. Sepertinya, hal tersebut menjadi keahlian Jostein Gaarder. Dunia Shopie, novelnya yang lain, juga demikian. Alur cerita dibangun misterius, melibatkan detektif remaja.

Membaca novel setebal 282 halaman ini, saya diselimuti pikiran yang melayang tidak keruan. Terlalu banyak kemungkinan di setiap lembarannya. Bahkan setiap kata mengandung cerita detektif. Saya melahap setiap kalimat agar alur cerita bisa saya pahami sedetail mungkin. Semakin mendekati akhir cerita, rasa penasaran kian terpantik. Saya sudah di halaman 184 dan tidak berniat mengakhirinya. Perjalanan 184 halaman terlalu rumit untuk dilewati. Sungguh, tidak mudah.

Secara gamblang, alur ceita novel Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken seperti berikut (sampai di hal 184). Mulanya, Nils dan Berit saling berkirim surat yang mereka tulis dalam buku. Berbagi pengalaman di dua tempat yang berbeda. Namun, dua remaja ini merasa aneh ketika Bibbi Bokken, wanita misterius terus menguntitnya.

Mereka berdua yakin, Bibbi Bokken menyusun rencana besar, konspirasi. Konspirasi Bibbi Bokken berhubungan dengan dunia perbukuan serta perpustakaan ajaib. Nils dan Berit, awalnya ketakutan. Namun, mereka akhirnya memutuskan untuk mengungkap rahasia Bibbi Bokken serta komplotannya. Namun, perburuan mereka tidak sesederhana itu. Jalan panjang, petunjuk misterius harus dipecahkan. Tidak cukup sekedar berkirim buku surat.

Berikut, Berit dan Nils akhirnya bertemu. Mereka harus menuntaskan cerita. Untungnya, buku surat yang direbut oleh Smiley, berhasil dikuasai kembali. Setidaknya rahasia dalam buku surat aman. Jadi, mereka bisa melanjutkan petualangan.

Sudah banyak petunjuk bagi Nils dan Berit. Piazza Novana, Roma, Klasifikasi desimal "Djuih", Anne Frank, Winni the pooh, Astrid Lindgren, Mr. dan Mrs bruun. Tidak selalu memudahkan, malah menjadikannya semakin rumit. Satu yang pasti, misteri Perpustakaan ajaib kian terang.

Bagaimana rencana Bibbi Bokken? Apakah dia bakalan diperdaya, kemudian ditaklukkan oleh dua detektif kecil? Kita tunggu kelanjutannya...heheh

13 Oktober 2011

Wajah Baru daulat kata

Blog tidak hanya hanya menjadi tempat menulis. Bagi sebagian orang, blog dijadikan sebagai wadah mengasah kreativitas. Tidak jarang para blogger menyajikan cita rasa seni tinggi lewat tampilan blognya. Saya sering terkagum-kagum melihat layout suatu blog yang ditata dengan indah oleh pemiliknya.

Saya termasuk orang yang mudah bosan. Makanya, saya sering mengutak-atik tampilan blog. Hasilnya cukup memuaskan. Namun, tidak berapa lama berselang ketika rasa bosan menghantui kembali, tidak tanggung-tanggung saya akan langsung menggantinya lagi. Entah sudah berapa kali kejadian tersebut terjadi. Dalam dua bulan terakhir saja, saya telah mengganti tampilan blog ini sebanyak 3 kali.

Beberapa hari yang lalu, saya kembali mengutak-atik settingan layout blog ini. Saya selalu memimpikan tampilan blog yang sederhana, dengan tetap menjaga kualitas. Tanpa bantuan siapa-siapa, hanya dengan modal autodidak saya terus berimprovisasi memperbaiki blog ini. Yah, hasilnya cukup baik, setidaknya menarik bagi saya.

Mudah-mudahan saja tampilan blog ini bisa bertahan lama. Semoga pulan, dengan tampilan seperti ini, minat menulis semakin besar sehingga nantinya lahir tulisan-tulisan sebagai refleksi pemikiran pribadi saya. Haraan saya sederhana, bisa terus menulis untuk belajar sambil berbagi ilmu.

Salam blogger...

10 Oktober 2011

Freak...!

Miris rasanya melihat beberapa postingan terakhir di blog ini. Sepertinya sesuatu yang aneh, entah apa itu, terjadi pada diri saya. Padahal saya merasa baik-baik saja. Mungkin saja saya semakin freak. Oh God, kenapa jadi curhat begini. Jadi benci dengan keadaan ini (kok jadi kayak bencong).

Saya sadar, tidak semua orang bisa mendefinisikan keadaan dirinya yang sebenarnya. Tidak bisa melihat realitas pada dirinya, bahwa sesuatu telah terjadi. Tanpa disadari, kemudian berlalu dengan sendirinya.

Iya, saya mengalami disorientasi diri yang parah. Tidak mampu merasakan perasaan sendiri (apa lagi ini). Aneh, betul-betul aneh. Masalah akademik tidak ada, kantong (duit) juga lumayan bagus. Padahal yang kerap bermasalah adalah dua hal tersebut. Singkatnya, saya freak kuadrat tak terhingga.

Yang lebih parah adalah, saya ini laki tulen tapi kenapa curhat di blog. Mungkin karena blog tidak pernah menyela, tanda tidak setuju. Juga tidak mengangguk sebagai bukti persetujuan. Tapi tetap saja, ini jadi kayak bencong. Jadi ceritanya, ada seorang laki-laki curhat lewat blog, kemudian menumpahkan semua isi hatinya yang galau dan itulah saya.

Saya punya banyak teman di kampus, semua orang tahu itu. Tiap hari kami ketemu, tertawa, bercanda, saling mengejek dengan nama panggilan konyol. Sepanjang hari kami berkumpul, bahkan sampai sore, bercerita tentang pengalaman dan kejadian-kejadian bodoh yang pernah dialami. Satu topik yang tidak pernah basi untuk diceritakan, wanita dan sex. Mungkin karena kami remaja labil yang memandang wanita sebagai objek sex. Saya pikir hal tersebut normal bagi pria kebanyakan.

Ketika kami dipisahkan dengan kesibukan masing-masing, saya mulai galau. Kalau sudah begini, satu-satunya yang bisa saya lakukan adalah membuka laptop kemudian menumpahkan semua isi hati (bencong banget yah, fffiiuuh...). Hasilnya adalah deretan notepad yang tidak terhitung jumlahnya. Sebagian besar berisi keluhan, rasa kalut, keresahan dan ujung-ujungnya saya mau mati.

Masalah lain adalah, saya tidak punya alternatif bahan tulisan. Intensitas membaca buku saya menurun drastis. Jadinya, saya tidak punya tema lain untuk ditulis kecuali perasaan dan hidup saya yang tragis. Sampai saya mulai berpikir, apa gunanya orang lain membaca tulisan saya? Padahal, kegembiraan seorang penulis ketika karyanya dibaca dan diapresiasi orang lain.

Sepertinya, saya harus punya kesibukan lain kecuali merenungi nasib. Saya takut nantinya isi blog ini cuma curhatan seorang mahasiswa buntu. Yang paling saya takutkan adalah saya jadi bencong gara-gara sering curhat di blog. Udah freak, bencong pula. Naudzubillahi min zalik, tuhan kasihanilah saya....

Cara lain yang mungkin harus saya tempuh adalah lebih mendekatkan diri lagi pada Tuhan. Tidak lagi main petak umpet dengan Tuhan. Dimana, hanya dekat pada-Nya kalau ada maunya. Beberapa hari yang lalu sebelum ujian seminar, saya tiba-tiba saja rajin shalat tahajjud. Meminta petunjuk padanya. Akan tetapi setelah ujian, shalat lima watu pun tidak pernah full dalam sehari. Selalu saja diskon, satu sampai dua kali. Bukankah ini jahat, berani macam-macam sama Tuhan. Baiklah Tuhan, saya akan rajin shalat [lagi].

Terakhir, saya ingin berdoa. tuhan, tolong dengarkan baik-baik. Ya tuhan ampuni dosa hamba-Mu yang galau dan tidak terurus ini. Tapi tuhan, jika engkau tidak sudi mengampuni dosaku, berikan saja saya wanita cantik yang anggun menawan. bolehkah tuhan? Hahahaha... semakin tidak beres saja. Sekian!

8 Oktober 2011

[Hampir] Tidak Ujian Seminar

Pagi kemarin saya ujian seminar skripsi I di ruang seminar fakultas. Bersama 4 teman lainnya, kami mempresentasikan rencana maupun hasil penelitian kami. Saya sendiri hanya memaparkan rencana penelitian. Seminar tersebut berlangsung kurang lebih 2 jam lamany

Rasa berkecamuk menyelimuti saya. Tahu-tahu saya tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan dosen. Namun, saya cukup beruntung karena pertanyaahn yang diajukan ke saya sedikit saja, hanya beberapa saran untuk kelanjutan penelitian.

Sehari sebelumnya, saya memposting status di facebook. Redaksinya begini, "Ujian seminar itu kayak nembak cewek, butuh nyali dan sedikit ketampanan". Entah darimana saya menemukan hipotesis yang sedemikian absurd. Mungkin karena saya terlalu tegang, entahlah. Namun yang pasti, sehari sebelum ujian seminar saya benar-benar galau. Sampai-sampai tidak tidur semalaman. Norak yah...!

Sebenarnya saya berharap menemukan feel ujian seminar. Nyatanya tidak. Kenapa? Dosen pembimbing saya telat datang dan menurut peraturan, mahasiswa peserta seminar tidak dapat mempresentasikan hasil maupun rencana penelitiannya jika dosen pembimbing tidak hadir. Beliau datang tepat jam 11 siang dan ujian seminar ditutup pada pukul 11.19. Nah, apa yang saya rasakan? Tidak ada apa-apa.

Pembimbing telat datang, dan seminar dimulai pada pukul 09.00. Jadi, selama 2 jam saya hanya mangut-mangut, memasang muka tampan seolah tidak tegang. Sesekali melempar senyum sambil mengelus jenggot seolah cerdas. Iya, saya memang seolah namun absurd. Entah apa istilah yang tepat untuk itu.

Terlepas dari itu semua, saya cukup bersyukur. Satu tantangan terlewati, saatnya menatap optimis ke depan. Saya sudah kebelet sarjana, apalagi orang tua. Tiap bulan mereka bertanya, "jadi Kasim, kapan wisuda?".
Yah, mudah-mudahan saja setelah sarjana, saya langsung ditanya, "jadi Kasim, kapan mau nikah?". kalau pertanyaannya kayak gitu, dengan mantap akan saya jawab, "Secepatnya, bahkan sekarang juga boleh..?". haha...!!! 

5 Oktober 2011

Jalan-jalan ke Taman Nasional Bantimurung

Fisik yang lelah terbayarkan sudah. Hari ini, saya bersama teman-teman memanfaatkan hari libur dengan berkunjung ke Taman Nasional Bantimurung, Sulawesi Selatan. Lokasi yang berada di ujung selatan kota Makassar ini merupakan salah satu objek wisata yang cukup terkenal, khususnya di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Berikut saya tampilkan beberapa jepretan yang kira-kira cukup menarik...

 Selamat datang di Bantimurung


Ini dia monyet yang sedang galau.


 Pemandangan yang masih sepi ketika kami masuk ke area permandian.


Coba perhatikan dua orang di belakang saya. Mereka kayaknya homo.
"eikke jadi geli ngeliatnya..." lha???


 Air (tidak) terjun.


 Ini hanya foto yang tidak penting.


Baju merah paling kanan, namanya Titi. Saya sempat tukaran ban dengannya.
Tapi giliran diajak tukaran nomor Hape, dia nolak.
"Kamu terlalu tampan untuk saya" katanya.
Akhirnya saya maklum...!


Ini yang terakhir.

Nice day...:D
Selesai....!

4 Oktober 2011

Kasim, Semoga Sukses Kawan...!!!

Jika tidak ada aral melintang, Jumat (07/10/11) saya akan ujian skripsi I. Bersama 4 orang teman, proposal skripsi yang kami ajukan akan dinilai kelayakannya. Biasanya, beberapa dosen akan datang kemudian menanyakan apa saja yang mereka anggap bermasalah. Kami sebagai mahasiswa yang diuji harus bisa menjawab serta menjelaskan setiap pertanyaan yang diajukan doesen kami. Tidak jarang terjadi "pembantaian" akademik, terutama jika persiapan tidak maksimal.

Saya sendiri, seminar skripsi merupakan pengalaman pertama yang cukup menegangkan. Sebenarnya saya sudah sedikit basi jadi mahasiswa, yah sebentar lagi jadi sampah. Terhitung sejak tahun 2006, saya sudah 5 tahun 2 bulan kuliah di UNHAS. Sebagian besar teman seangkatan saya telah meraih titel sarjana. Bahkan beberapa di antara mereka sudah bergelar apoteker. Dalam banyak hal, mereka adalah orang-orang yang beruntung, saya sendiri hanya bisa digambarkan dengan satu kata: TRAGIS...!!!

Kembali ke seminar skripsi. Saat ini saya sedang sibuk-sibuknya menyebar undangan untuk para dosen. Sudah seharian saya naik turun, lantai 1 ke lantai 4, sampai berkali-kali. Parahnya, lift sedang direnovasi. Untungnya, semangat saya jauh lebih besar ketimbang tekanan naik tangga manual. Alhamdulillah, sebagian besar undangan sudah terbagi.

Masalah terbesar saya sebenarnya adalah persiapan serta penguasaan materi proposal skripsi. Waktu saya habis untuk persiapan pra-seminar, misalnya antar undangan dan mengurus berkas seminar. Jadinya, waktu yang saya gunakan untuk belajar kian menipis. Nah, inilah persoalan utamanya. Otak saya buntu kawan, sebuntu-buntunya. 

Terlepas dari semua masalah serta kondisi saya saat ini, saya tetap harus menatap optimis momentum seminar skripsi. Saya teringat dengan pesan seorang senior, "jangan pernah takut! Ingat, sekiranya kambing masuk ke ruangan seminar/sidang, maka yang keluar adalah kambing plus S.Si". Tapi kambingnya tewas dan yang keluar tinggallah nama hahaha...

Kasim, semoga sukses kawan...!!!