28 April 2012

The Dancing Leader

The dancing leader. Imajinasi tentang sosok pemimpin yang sadar betul akan panggung, gerak penonton dan makna episode yang dia tampilkan seindah mungkin. Sebuah tarian adalah ekspresi imajinasi, pikiran, emosi dan kata-kata ke dalam sebuah bahasa gerak dan perbuatan yang sanggup menengggelamkan ego seseorang hanyut ke dalam emosi dan imajinasi kolektif. Disitu berlangsung interkoneksitas dan peleburan dari aku menjadi engkau dan kita. Hilang jarak antara penari, pengiring gamelan, dan penontonnya.

The dancing leader. Pesan agar seorang pemimpin, iabarat penari, mampu berempati dan lebur ke dalam suasana kekitaan. Interkoneksitas yang melahirkan sinergi dan gerakan dinamis, teratur, harmonis, dan menawan itulah yang dipertontonkan oleh semesta yang disebut kosmos, antitesa dari chaos atau kekacauan dan kesemrawuta. Semesta ini selalu dalam posisi gerak, dinamis, baik miliyaran planet yang mengapung dan bergerak di ruang angkasa maupun sub-atom yang sangat kecil dan tidak terlihat oleh mata telanjang.

Istilah The dancing leader juga mengandung sebuah konsepkepemimpinan yang mengedepankan nilai-nilai dan sikap feminitas yang selalu berorientasi pada kasih sayang, kelembutan, keindahan, dialog sebagai kritik terhadap kepemimpinan abad lalu yang lebih menonjolkan maskulinitas. Yaitu kepemimpinan yang mengandalkan kekuatan fisik, senjata, penaklukan, dan peperangan.

The dancing leader seperti pendekar buta. Bisa melihat dengan telinga dan mendengar dengan hati; momen demi momen lebur menyatu dengan lawan dan semesta. Bebas dari perasaan menjadi orang penting yang mengemban amanah suci. Karena akan menghambat jalan alam untuk merespons dengan jalan lurus yang telak. Inilah spirit manajemen just in time: keputusan dan tindakan tepat waktu.

Namun puncak tertinggi seni memimpin bukan memenangkan setiap peperangan, justru menang tanpa berperan. Lantaran sudah menjadi manusia damai, maka bisa menaklukkan pikiran dan merebut hati, ketimbang wilayah yang menimbulkan banyak korban.

The dancing leader. Sejauh mana kita memaknainya dan mengejawantahkan dalam kehidupan. Ketika kekausaan jauh lebih menarik daripada kepemimpinan. Ketika lokus perjuangan adalah hasrat untuk berkuasa. Ketika nurani tercerabut oleh naluri kebinatangan. Maka, sia-sialah kita...

Diperlukan the dancing leader seperti yang diajarkan oleh orang bijak di zaman dahulu: "Ketika berkata-kata ingat akan perbuatan, ketika berbuat ingat akan kata-kata" (konfucius). Menari dimana pun, berada "di depan memberi teladan, di tengah membangun inisiatif, di belakang memberi dukungan (Ki Hajar Dewantara). Dalam tarian action dan reflection bersama alam semesta yang terus berubah dari masa lalu tanpa awal menuju masa depan tanpa akhir. Akankah kita?

note: disadur dari the dancing leader;kompas. 2011

14 April 2012

The Magic of Gratitude

Sikap positif untuk selalu bersyukur atau terima kasih itu memiliki keajaiban di luar yang kita perhitungkan. Sungguh tepat, hampir semua kitab suci dan agama yang saya pelajari selalu mengajarkan untuk selalu bersyukur atas anugerah hidup.
Apa pun kondisinya, selalu saja ada yang pantas sekali kita syukuri. Barangsiapa bersyukur, Allah pasti akan menambah nikmat yang sudah diterimanya. Tetapi,barangsiapa yang selalu mengingkari nikmat- Nya, pasti hidupnya akan menderita (Alquran, 14:7). Sikap bersyukur dan senang mengucapkan terima kasih hanya akan muncul dari orang yang mencintai kehidupan. Nasihat suci itu mudah sekali kita amati dan buktikan dalam pengalaman hidup sehari- hari. 

Dalam ungkapan klasik dan populer,di alam semesta ini berlaku law of attraction. Hukum tarik-menarik antara sesama energi. Kalau seseorang selalu berpikir positif, gembira, dan mensyukuri hidup, energi dan nasib positiflah yang akan datang bergabung pada orang itu. Sebaliknya, orang yang selalu berpikir negatif dan serbamengeluh, dunia akan selalu terlihat gelap dan menyiksa. Mereka yang mempelajari teori kekuatan bawah sadar sangat percaya dengan formula ini.

Apa pun yang dibayangkan, pikirkan, dan bisikkan di hati, sesungguhnya seseorang tengah berjalan menuju apa yang dia dambakan. Lebih kuat lagi daya tarik sukses itu kalau disertai doa memohon kepada Allah untuk ikut campur tangan memudahkan jalannya. Coba amati perilaku diri kita masing-masing.Ketika hati dan pikiran jernih lalu mengalir darinya rasa syukur,menatap terbit matahari pagi pun akan terlihat indah. Pepohonan juga turut bicara.

Kehadiran mereka memberikan kesejukan mata dan berbagi oksigen yang diperlukan manusia. Belum lagi guyuran air di pagi hari yang membuat badan sehat dan segar.Semua itu menjadi hidup dan terasa melimpah hanya ketika seseorang memiliki hati dan pikiran positif untuk selalu mensyukuri anugerah kehidupan. Demikianlah selama 24 jam begitu melimpah anugerah Tuhan yang pantas kita syukuri,tanpa kehilangan sikap kritis dan peduli terhadap keadaan yang kurang nyaman.

Situasi sosialpolitik yang pengap bahkan merupakan salah satu panggilan dan peluang untuk berbuat kebajikan menolong sesama sebagai ungkapan rasa syukur utamanya bagi mereka yang memiliki ilmu, kekayaan, jabatan,serta kesehatan untuk mengisi hidup agar lebih bermakna. Pikiran itu ibarat kacamata. Jika warna kacanya hitam, pemandangan akan menjadi hitam.Tentu saja pikiran lebih dari kacamata karena pikiran akan memengaruhi kinerja organ-organ lain dalam tubuh kita, dari yang kasar sampai yang halus.

Pikiran yang sehat, kreatif, dan konstruktif akan membangun dunia imajinasi yang sehat.Pikiran negatif akan selalu mengutuk lingkungan yang dijumpai, di mana saja, kapan saja,dan siapa saja. Selalu berpikir negatif tak ubahnya mengoleksi memori negatif dalam album atau disket pikiran kita sehingga ketika muncul ke permukaan yang keluar adalah cerita dan narasi negatif.

Para nabi dan avatar telah memberikan contoh. Ibarat pohon teratai yang tumbuh di kolam yang kotor dan berlumpur, selalu saja pohon teratai memberikan bunga yang indah dan bersih. Mereka menghadapi dunia yang semrawut, amburadul, namun pikiran tetap kritis, konstruktif, dan hati jernih untuk membangun dunia baru yang beradab yang menjadi warisan dan kekayaan sejarah. Yang selalu merusak pribadi yang penuh syukur adalah sikap rakus dan sombong. 

Orang yang rakus sulit mensyukuri anugerah yang sudah di tangan.Sebaliknya,dia akan selalu  merasa kurang terus sehingga hatinya selalu merasa miskin dan gelisah.Inilah yang mungkin menjangkiti para politisi dan pejabat negara kita sehingga tidak mampu menahan dorongan korupsi. Berapa pun jumlah gaji dan kekayaan yang didapat akan selalu dirasakan kurang. Suasana batin ini diperparah lagi ketika bertemu dengan sikap sombong.Tidak rela, bahkan sakit hatinya, ketika melihat orang lain berlebih dari dirinya.

Karena itu, rakus, sombong, dan dengki selalu hadir dan bekerja bersamaan. Jika tiga penyakit itu bercokol pada orang yang memiliki kedudukan tinggi dalam pemerintahan, kekayaan negara dan hak rakyat akan dilibas dan dikeruknya. Berbahagialah mereka yang mampu memelihara hati dan pikiran untuk selalu bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan dan sesama mengingat nilai kekayaan dan kepintaran itu pada akhirnya bukan pada jumlahnya, melainkan pada fungsi dan manfaatnya untuk membuat kehidupan lebih bermakna.

Hidup lebih nyaman, terbebas dari perasaan salah dan dikejar dosa. Seorang koruptor bisa saja merasa menang dalam proses pengadilan.Tetapi,pengadilan nurani tak bisa dibohongi.Bagi orang yang beriman, kita semua akan menghadap pengadilan Tuhan yang tak mungkin disuap.Yang membela dan meringankan adalah amal kebajikan kita.● PROF DR KOMARUDDIN HIDAYAT Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

 

13 April 2012

Antara Cinta dan Egoisme

Sigmund Freud, seorang ahli psikoanalisa mendefinisikan ego sebagai hasil pertarungan antara id dan superego. Id sebagai hasrat hewani sedangkan superego mewakili sifat-sifat "Malaikat". Ego merupakan jembatan penghubung keduanya dan tampak dalam keseharian seorang manusia. Ketika ego cenderung berkompromi dengan id, maka yang muncul adalah hasrat kebinatangan. Begitu pula sebaliknya, jika ego didominasi superego, maka seseorang akan menjadi layaknya "malaikat". Dalam bahasa agama, muncul istilah yang lebih sederhana yaitu Ahsani Tawiim dan asfala saafiliin. Apa yang coba diungkapkan Freud mempunyai keterkaitan dengan bahasa agama tentang sifat manusia, meskipun keduanya tidaklah sepadan. Freud memandang manusia cenderung melekatkan manusia pada sifat kebinatangan, sedangkan agama mengarahkan manusia pada derajat ahsani taqwiim.

Ego dalam istilah awam tidak sama dengan yang dimaksudkan Freud. Sepertinya terjadi pergeseran makna, entahlah. Freud dan awam mungkin akan berbeda penafsiran jika kita mengatakan, "orang itu egonya sangat tinggi". Apa pun saya tidak hendak berdebat di wilayah ini. Ego atau egois dalam istilah awam yang saya pahami merupakan bentuk penegasan "keakuan" individu. Bahwa dirinya berbeda dengan individu lain, merasa lebih penting, lebih baik, dan lebih berharga. Kita sering mendengar ucapan, "dia egois", maksudnya orang itu lebih mementingkan dirinya sendiri. Ego adalah tembok yang dimiliki oleh seseorang, yang menjadi dinding pemisah. Tingginya tembok itu tergantung bagaimana seseorang memandang dirinya dan orang lain. Semakin berbeda dirinya dengan orang lain, maka semakin tinggi pula tembok itu.

Lain ego, lain pula cinta. Cinta adalah bahasa universal yang menjadi lambang penyatuan. Cinta bermakna kedekatan, tulus, tanpa pamrih. Cinta melampaui materi, sebabnya ia tidak berjarak. Cinta tidak pula bergantung pada hukum alam karena hukum tersebut hanya berlaku pada wilayah materi saja. Karenanya cinta pada materi adalah gradasi terendah dari makna cinta itu sendiri. Dan saya percaya, bahwa nasehat "cintailah Tuhanmu" adalah ungkapan kedekatan kita pada Tuhan yang meniscayakan kecintaan kita pada segala ciptaan-Nya. Cinta adalah maaf.

Bagaimana pula keterkaitan antara ego dan cinta? Ego adalah wujud perbedaan sedangkan cinta adalah bentuk penyatuan. Bahwa ego atau "keakuan" yang menjadi sebab seseorang mengabaikan perintah Tuhan-Nya. Ego terkadang menjadi "tuhan" yang lain, yang diciptakan oleh manusia itu sendiri. Besarnya ego menyebabkan seseorang rela meninggalkan kekasih yang dicintainya. Tidak jarang seseorang mengabaikan hati dan perasaannya atas nama ego. Seseorang tidak memaafkan kekasihnya hanya karena ego. bahkan, seseorang rela menyakiti sahabatnya demi ego. Ego adalah bentuk penegasian cinta.

Tembok ego adalah halangan atas cinta. Ini yang seringkali tidak disadari. Tidak jarang kita melihat, dua sejoli yang saling mencinta, karena sesuatu dan lain lain, tiba-tiba keduanya bermusuhan dan saling benci. Musababnya, disaat mereka berucap cinta, mereka juga masih menyimpan ego yang akhirnya berwujud kebencian. Pun, jika keduanya saling memaafkan, maka mereka adalah orang yang mampu mengalahkan ego demi cinta. Sayangnya, tidak banyak orang yang bisa melakukan hal tersebut. Burete....fffiuh