22 Desember 2009

Sobatku [mahasiswa]...

Sobat,
Cengkeramah kita tidak pernah meng-ada-ada
Karena tak ingin kala tersia oleh ucapan yang sia-sia
Kita sering menyebutnya dengan bahasa yang sederhana
kalimat yang dengan segera dapat tercerna

Kita punya alasan untuk memaknai malam-malam kita dengan berani
Karena esok hari dengan pasti kita torehkan semangat kita pada realita
Kita bicara seadanya tanpa jeruji stigma
Sebab yakin kita bukan kelompok yang fasiq

Sobat,
Ingatkah ,pernah kita berbicara tentang kebenaran
Entah yang kita sepakati sendiri atas paham logika dan nurani
Atau berpegang pada universalitas benar itu sendiri

Kebenaran butuh ketegasan bertindak!
Kebenaran hanya akan jadi kalimat palsu yang kehilangan ruhnya
Jika pernah kita torehkan kebohongan disitu.
Sementara pada kamus kita, tidak ada kata “bohong”
Atau apapun yang sering dialihkan menjadi “kebenaran- yang ditutup-tutupi”
Kalau memang- benar, kenapa harus kita tutup-tutupi?

Kita punya alasan untuk memaknai keadaan sosial kita dengan berani
Karena kita dengan pasti tertoreh sebagai bagian dari keadaan itu.
Kita hanya tinggal pilih bertindak memperbaiki, tentu tak lepas proporsi atau
Tetap gamang menimbang-nimbang untuk tetap tak beranjak dari sulitnya keadaan

Seperti kerap kali “waktu” kita bohongi
Meski ia punya ruang yang luang tapi sering dikebiri
Entah ia akan muak pada kondisi lalu meminjam “kehendak bumi”
Untuk mempercepat rotasi, hingga kala menjadi tak terkendali.
Ini serupa api yang bergolak dalam sekam-sekam.

Aaahhhh.
Sobat,
Kau tahu?
Aku hanya rindu pada celotehan kita yang sarkastik
Kita suarakan doa-doa dengan lantang
Untuk yang tertindas
Juga sang penindas
Tentu dengan kadarnya masing-masing
Sobat,
Apa pun maksud dibalik torehanku untukmu ini
Aku ingin menyampaikan bahwa
Aku rindu pada cengkeramah kita yang tidak pernah meng-ada-ada
Juga pada celotehan kita yang sarkastik.
Dan tentunya
Aku berharap kita tidak sedang mengalami sakit tenggorokan
Sehingga hanya mampu berteriak dengan gumaman
Untuk realita yang butuh suara dan doa-doa.
Yang lantang!



Unhas tamalanrea,

Dewi Mudijiwa

Tidak ada komentar: