29 Desember 2011

Negeri Autopilot

"Gagal berencana, artinya merencanakan kegagalan". Pepatah lama yang sarat makna. Seringkali diungkapkan untuk mengingatkan kita, betapa menyusun rencana itu sangat penting. Dalam dunia manajemen, menyusun rencana adalah syarat utama jika ingin berhasil. Tidak ada seorang pun yang menggeluti dunia manajemen, mengabaikan hal ini. Ingin berhasil, susunlah rencana. Karena kalu tidak, artinya kita telah merencanakan sebuah kegagalan. Sederhanya mungkin seperti itu.

Menyusun rencana tidak hanya ada dalam dunia manajemen. Dalam kehidupan sehari-hari pun, kita mesti menyusun rencana. Semakin bagus dan detail rencana yang kita buat, maka kemungkinannya juga akan semakin baik. Bagi mereka yang telah mempunyai rencana hidup, maka hari esok bukan lagi misteri. Esok adalah sebuah rentetan kejadian yang telah kita tuangkan dalam kertas rencana. Bukan kotak pandora yang tertutup rapat. Meski, kita tidak bisa memastikannya, tapi setidaknya dengan sebuah rencana, target dan tujuan kita bisa lebih terarah.

Lantas, apa jadinya jika sebuah siklus kehidupan yang lebih besar tidak punya rencana. Anggaplah negara. Bisa dibayangkan jika sebuah negara tidak punya rencana dalam jangka waktu 1 bulan, 1 tahun, 5 tahun, atau 25 tahun ke depan. Jika demikian, bagaimana dengan nasib rakyat dalam negara tersebut. Hari esok mereka samar, tidak jelas, penuh misteri, dan sebagainya. Adakah negara seperti yang saya sebutkan di atas. Terdengar ini sangat musykil. Bagaimana mungkin sebuah negara tidak punya rencana.

Tahukah anda apa rencana bangsa Indonesia 1, 5, atau 10 tahun ke depan? Kalau ada yang tahu, nanti saya kasi hadiah, he he. Jangan heran atau bingung, inilah salah satu keajaiban Indonesia saat ini yaitu tidak punya rencana. Coba tanya SBY, apa yang akan dilakukan negara 1 tahun ke depan. Atau begini supaya lebih mudah, tanya beliau mengenai rencana Indonesia 1 bulan ke depan. Sim salabin abra cadabra, beliau akan jawab: TIDAK TAHU. Aneh bukan, tapi inilah Indonesia. Seburuk-buruknya [jika memang demikian] pemerintahan era Soeharto, namun kala itu perencanaannya jelas dan terencana. Di masa itu, dibuat rencana pembangunan jangka pendek dan jangka panjang. Ingat mungkin, istilah Repelita (rencana pembangunan lima tahun) yang diberlakukan rezim orde baru. Hasilnya, sangat efektif. Terbukti dengan gelar Soeharto sebagai bapak pembangunan berkat jasa-jasanya.

Saya tidak bermaksud membandingkan era orde baru dan reformasi saat ini. Terutama tentang mana yang lebih baik. Saya ingin menyinggung peran penting dalam menyusun rencana. Bagaimana nasib bangsa ini jika terus menerus hidup dalam ketidakpastian. Kita mau di bawa kemana? Itu pertanyaan yang saya pikir sangat mendasar. Pemerintah harus menyusun rencana negara, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Ini harga mati yang tidak bisa ditawar lagi.

Akhirnya, semua kembali pada niat pemerintah dan elit politik negeri. Dibutuhkan good will dan political will. Tapi semestinya, mereka yang diberi amanah untuk menjadi masinis negara sadar akan tujuan yang hendak dicapai. Jangan sampai menjadi pesawat tanpa awak, Autopilot. Tidak tahu mau kemana atau malah "dikemanakan" oleh "remote" jarah jauh. Bisa repot kalau demikian adanya. Naudzubillah...

Wallahu a'lam...

Tidak ada komentar: