30 Oktober 2011

Oktober

Oktober

Senja mulai menampakkan dirinya. Sayup angin menyambut. Hamparan langit membentang memeluk bumi. Langit biru berganti latar menjadi gelap. Awan mulai menyelimuti dengan gagahnya. Alam menunaikan persembahannya pada jutaan spesies makhluk hidup. Rinai hujan berjatuhan menyapa rimbuan pohon. Air menetes di ujung daun, jatuh ke tanah. Serabut akar berderet riang menyambut kehidupan. 

Oktober. Bulan dimana musim berganti. Dahaga tanah tandus terpuaskan sudah. Butiran air dari langit akan turun membasahinya, sebentar lagi. Nelayan mulai menggerutu akibat fenomena alam yang terkadang mengganggu aktivitasnya. Di belahan bumi yang lain, sekelompok orang menawarkan sesajian pada sang Yang Mahakuasa. Tanda syukur bahwa mereka masih diizinkan melanjutkan hidup. Mereka adalah petani-petani yang memancangkan harapan di atas gemburnya tanah. Hujan adalah berkah tiada tara.

Oktober adalah jalan menikung, asing, penuh misteri, satire. Layaknya butiran air yang tumpah dari langit, tidak mampu menebak dimana dia akan jatuh. Seperti lemparan dadu, tidak mampu dijelaskan ilmu fisika. Sejak kapan saya memikirkan teka-teki bulan Oktober? Saya tidak tahu.

Sebentar lagi Oktober akan berlalu. Menyisakan pertanyaan yang tidak terjawab. Menyimpan misteri yang tidak terucap, terkunci rapat di bawah lembaran hari. Saya bukan pelaut yang membenci Okober, bukan pula petani yang selalu rindu dengan Oktober. Saya seperti bujang yang menunggu kepulangan sang perawan yang tidak pasti. Sedang saya benci menunggu. Sungguh menyesakkan. Hanya alunan rindu, harmoni gesekan daun yang bisa sedikit menenangkan. Aku menunggu November.

Kini, segenggam asa masih tersimpan. Harapan akan sesuatu yang lebih baik. Oktober sendiri enggan membantu. Saya mulai lelah, resah dalam penantian. Jika memang tidak, cepatlah berlalu...

Tidak ada komentar: