31 Desember 2011

Catatan Akhir Tahun, Sebuah Refleksi

Ada dua hal yang sering dilakukan orang menjelang akhir tahun. Refleksi akhir tahun dan resolusi tahun yang akan datang. Refleksi dilakukan sebagai bentuk evaluasi kinerja setahun terakhir. Sejumlah catatan perjalanan sengaja dituliskan guna memaknai kembali peristiwa yang dianggap penting. Prestasi dicatat, termasuk juga kejadian "kelam" guna diambil hikmah di dalamnya. Sedangkan resolusi dimaknai sebagai proyeksi setahun ke depan. Cita-cita dan harapan yang tidak terwujud di tahun sebelumnya dicatat kembali untuk diwujudkan di tahun berikutnya. Refleksi dan resolusi dianggap sebagai ritual wajib setiap akhir tahun. Ritual ini khususnya berlaku bagi masyarakat urban, karena bagi sebagian besar masyarakat udik, pergantian tahun bukanlah sesuatu yang penting untuk dibicarakan. Bagi mereka, setiap waktu sama saja. Tidak peduli akhir, awal, atau pertengahan tahun.

Tahun 2011 tinggal menghitung jam. Sebentar lagi akan berakhir. Beranjak meninggalkan kita semua dan tidak akan pernah kembali lagi. Itu pasti. Tahun 2011 akan terkubur, menjadi sejarah bagi setiap orang. Sejarah yang entah mau dimaknai atau tidak. Akan tetapi, alangkah meruginya kita jika tidak bisa memetik pelajaran dari perjalanan hidup kita, setidaknya selama setahun terakhir. Tentu saja bukan untuk membanggakan atau mengutuk perjalanan kita. Tapi sekali lagi, untuk mengambil pelajaran sebagai bahan refleksi untuk menentukan arah kehidupan nantinya.

***
Tidak banyak yang berubah. Status saya masih saja sebagai mahasiswa. Mahasiswa yang tidak kunjung sarjana. Padahal masa studi saya terbilang tidak "normal" lagi. Jauh dari target awal ketika saya pertama kali menginjakkan kaki di bangku kuliah pada tahun 2006. Orang tua saya, sudah mengulang pertanyaan yang sama ribuan kali, "kapan sarjana nak?". Entahlah, karena faktor pendidikan orang tua yang rendah, selalu saya selalu punya alasan logis atas pertanyaan itu. Dan selalu diterima tanpa embel-embel. Kadang juga saya berpikir, betapa menyedihkannya beliau punya anak seperti saya. Atau mungkin beliau terlalu saya kepada anaknya. Tapi toh, saya punya proyeksi sendiri yang saya jelaskan tiap kali pulang kampung. Orang tua saya mendengarnya dan beliau merasa bangga.

Awal tahun 2011, saya sudah berkomitmen untuk hidup mandiri. Dalam artian, mapan secara finansial. Alasan utamanya, saya bekerja di dua tempat sekaligus. Sampai medio 2011 semuanya masih berjalan sesuai rencana. Akan tetapi, masalah lain timbul. Kuliah saya jadi berantakan. Orang tua saya komplain. Akhirnya saya harus rela melepaskan salah satu pekerjaan dan kembali ke kehidupan sebelumnya: meminta beasiswa dari kampung setiap bulan. Menyedihkan. Seperti yang saya ungkapkan di atas, sampai akhir tahun 2011 saya masih berstatus mahasiswa. Jadinya, saya masih menerima kiriman uang dari kampung dan belum sarjana. Mungkin ini sebuah kegagalan, tapi saya tidak mau menyebutnya demikian. Itu bukan kegagalan, melainkan keberhasilan yang tertunda (inilah kata-kata yang paling saya benci seumur hidup).

Setali tiga uang dengan kehidupan asmara. Ciee kehidupan asmara ha ha ha. Sempat menjalin hubungan dengan seorang perempuan. Sayang (bisa ditebak, akhirnya pasti menyedihkan). Hubungan tidak berjalan lama. Saya pernah bertemu orang tuanya dan ditanya kapan sarjana. karena tidak tahu harus jawab apa, dan setelah lama berpikir, dengan enteng saya jawab, "nanti om" Jawaban yang sangat politis dan spekulatif. Dua pekan kemudian, saya putus dengan anaknya tanpa alasan yang jelas.

Ah, dari dari tadi menyedihkan terus. Pelajaran apa yang mau diambil. Sama sekali tidak ada. Terus kenapa saya menulis "refleksi akhir tahun 2011"? Saya juga tidak tahu. Gamang.

***
Cerita menyenangkan. Entahlah, saya tidak tahu harus memulai darimana. Hanya dua kemungkinan, terlalu banyak  sehingga bingung mau mulai darimana atau memang tidak ada sama sekali. Sekali lagi, gamang.

Selain umur yang semakin bertambah, beberapa catatan penting selama tahun 2011 (tentunya tidak menyedihkan). Saya menerima tawaran pekerjaan yang akan dimulai pada awal tahun 2012. Cukup menggembirakan mengingat kondisi keuangan orang tua saya yang semakin tidak memungkinkan saat ini. Semoga terealisasi supaya punya dana cukup untuk melanjutkan pendidikan apoteker pada pertengahan 2012. Orang tua saya juga setuju dengan rencana tersebut.

Memang saya belum bertitel sarjana. Akan tetapi, progres yang sangat baik jelas terlihat. Skripsi sudah ACC, menunggu untuk di"sidang"kan. Tinggal berkas ujian yang perlu disiapkan dan beberapa perlengkapan administrasi. Selebihnya, sudah rampung. Kalau tidak ada aral melintang, awal 2012 saya sudah sarjana. 

Tetapi yang terpenting bagi saya, adalah dialektika pengetahuan yang sangat intens selama tahun 2011. Saya merasakan betul bagaimana pergulatan pemikiran yang mengubah paradigma. Banyak menyerap buku kontemporer yang merasuki alam pemikiran. Banyak pelatihan sempat saya ikuti perlahan mengubah persepsi saya. Memang hasilnya masih abstrak. Akan tetapi pola yang terbangun secara terstruktur semakin mendewasakan saya. Jelas ini menjadi modal penting mengarungi kehidupan selanjutnya. Saya sangat bersyukur.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, saya punya proyeksi sendiri. Tahun 2011, terlepas dari banyak kekurangan dan target yang tidak tercapai, memberikan pengaruh besar dalam upaya mematangkan proyeksi masa depan. Selebihnya adalah harapan. Bahwa hidup selalu membawa banyak kemungkinan. Ada rahasia dibalik peristiwa. Melihat fenomena, menyingkap noumena. Yakin Usaha Sampai...

Tidak ada komentar: