5 Maret 2012

Sayap-sayap Patah

"sesungguhnya ketidamengertian membuat seseorang dalam kehampaan, dan kehampaan membuat orang tidak peduli"

"Masa muda memiliki sayap-sayap yang helainya adalah syair dan uratnya adalah prasangka. Sayap itu akan membuat sang pemuda terbang ke balik awan, menyaksikan alam yang diselimuti oleh sinar penuh warna. Mereka akan mendengar lantunan simphony keagungan dan kemuliaan. Akan tetapi, sayap-sayap syair itu segera akan dipatahkan oleh badai kenyataan hingga ia akan terjatuh ke dunia nyata. Dunia nyata adalah cermin aneh, yang membuat seseorang akan menyaksikan dirinya semakin kecil dan buruk""

"...seolah dia mengetahui bahwa keindahan bahasa langit, lebih mulia dari segala suara dan syair-syair yang dituturkan lidah penyair. Keindahan adalah bahasa abadi yang dinyanyikan manusia, dan menjadikannya sebagai perasaan sunyi, laksana sebuah telaga tenang yang mengajak anak sungai mengalir ke dalamnya, dan menjadikannya sebuah kesunyian abadi."

"Keindahan adalah misteri yang hanya dapat dipahami oleh jiwa kami dan menghiasi kebahagiaan di dalam kalbu. Sedangkan akal akan tertegun kebingungan di hadapan keindahan itu. Akal kami berusaha untuk memberikan batasan, memberikan bentuk dengan kata-kata, tetapi tidak mampu. Keindahan adalah aliran yang tak terlihat oleh mata, bergejolak di antara emosi orang yang menatap maupun orang yang dilihatnya."

"Keindahan yang sesungguhnya adalah sinar yang memancar dari jiwa-jiwa yang paling suci, yang menyinari keadaan di luar jasa. laksana kehidupan yang muncul dari kedalaman bumi, memberikan warna wangi pada bunga. Keindahan adalah keserasian menyeluruh antara seorang laki-laki dan seorang wanita, yang diselesaikan dalam satu lirikan. Dan, dengan satu lirikan itu akan lahir keinginan-keinginan yang merupakan inti dari seluruh keinginan. Itulah perasaan jiwa yang disebut cinta."

"Sebab cinta adalah satu-satunya kebebasan di dunia ini, ia mengangkat jiwa dalam derajat yang tinggi, dimana hukum-hukum kemanuasiaan dan kenyataan alam tidak menemukan jejaknya"

"Perempuan yang dianugerahi keindahan jiwa dan raga oleh Tuhan adalah  sebuah kebenaran hakiki, yang bisa kita pahami hanya dengan cinta dan bisa kita sentuh hanya dengan kesucian. Namun jika kita berusaha menghadirkan keindahan perempuan itu dengan kata-kata, dia akan menghilang di balik awan kebingungan dan tak terlihat."

"Alangkah bodohnya orang-orang yang mengira bahwa cinta datang dari persahabatan yang lama dan rayuan yang tak henti-hentinya. Cinta hakiki adalah buah pemahaman spiritual, yang jika tak bisa tercipta dalam sekilas pandang, ia tidak bisa diciptakan dalam bilangan tahun atau bahkan satu generasi sekalipun."

"...Cinta adalah anugerah Tuhan yang membebaskan manusia dari rasa dengki harta. Cinta tak pernah menyakiti raga karena ia ada dalam jiwa. Cinta adalah ikatan suci yang memandikan jiwa dalam ketabahan, yang mengisi jiwa dan karunia. Cinta adalah kelembutan hati yang menciptakan harapan tanpa membangunkan jiwa. Cinta adalah keelokan yang mengubah bumi menjadi surga dan mengubah kehidupan menjadi mimpi indah."

"Saat berjalan di waktu pagi, aku melihat tanda-tanda kekekalan dalam keterjagaan alam dan ketika duduk di pantai, aku mendengar nyanyian debur ombak yang mendendangkan irama keabadian. Dan ketika melangkah di jalan, aku melihat -di antara pejalan-pejalan kaki dan gerak langkah para pekerja- keindahan hidup dan semangat kemanusiaan."

"Mereka yang tidak dipilih oleh cinta sebagai pengikutnya, tidak akan mendengar panggilan cinta. Kisah ini tak tertulis untuk mereka. Bahkan seandainya mereka berusaha memahami halaman demi halaman buku ini dengan seksama, mereka tidak akan mampu menghayati makna yang tak terungkap dalam kata dan tak termaktub dalam suhuf (kertas)."

"Apa artinya manusia  bila tidak pernah mengecap anggur dari bejana cinta. Dan hormat di dalam kuil cahaya yang lantainya terdiri dari jiwa-jiwa lelaki dan perempuan, atapnya terdiri dari rahasia mimpi dan perasaan? Apa artinya bunga bila daun-daunnya tak pernah disirami dengan tetesan embun fajar? Apa artinya sungai bila ia kehilangan jalan menuju lautan?"

"...Kuletakkan tanganku di kepalanya sambil berkata, "marilah Salma, mari kita tabahkan diri, mari kita menjadi menara yang kokoh di hadapan sang badai. Jadilah kita seperti prajurit yang tak gentar di depan musuh. Bila kita terbunuh, kita akan mati sebagai pahlawan. Jika kita menang, kita akan hidup sebagai pejuang."

"Menantang segala rintangan dan kesulitan lebih terhormat daripada mundur demi alasan keselamatan. Larong yang melayang di dekat lampu sampai mati, lebih terpuji daripada tikus yang tinggal di terowongan gelap. Bijian yang tidak terbawa  dinginnya musim dingin dan gejolak alam tidak akan mampu mengoyak permukaan bumi dan tidak akan bergembira dengan indahnya bulan April..."

"Jika rasa takut menyebabkan kita berhenti di pertengahan jalan, kita hanya akan mendengar olokan dan cacian dari suara-suara sang malam. Tapi bila kita mampu mencapai puncak gunung dengan gagah berani, kita akan bernyanyi bersama para penghuni surga; tentang hymne kemenangan."

"Tidak, tidak kekasihku, langit telah  menganugerahiku sebuah cawan di tangan, penuh dengan cuka dan empedu.  Aku telah memaksa diriku untuk meminumnya hingga tak tersisa sedikit pun selain beberapa tetes yang mesti aku minum dengan segala kesabaran. Aku sama sekali tidak pantas untuk mengarungi kehidupan cinta dan kedamaian yang baru. Aku tidak cuku kuat memikul kebahagiaan dan keindahan hidup, sebab seekor burung yang patah sayapnya tidak dapat terbang di angkasa yang luas. Mata yang terbiasa dengan cahaya lilin terperam tidak akan kuat menatap mentari..." 

"Cinta yang dipenuhi nafsu hanya akan menampakkan hasrat memiliki pada kekasihnya. Namun, cinta yang suci hanya menginginkan cinta itu sendiri.  Cinta yang berasal dari kenaifan dan gelora masa muda akan terpuaskan dengan cara memiliki, dan tumbuh dalam peluk dan cium. tapi cinta yang dilahirkan di pangkuan cakrawala dan diperanakan oleh rahasia-rahasia sang malam, tidak akan memuaskan dirinya dengan apa pun, kecuali kekekalan dan keabadian. ia pun tidak tunduk pada sesuatu pun, kecuali di hadapan Tuhan."

" Aku berkata, " dan di dalam lubang ini pula engkau telah mengubur hatiku. Wahai penggali kubur. Wahai, betapa kuatnya dirimu." Ketika penggali kubur menghilang di balik pohon-pohon cemara, kesabaranku tidak tertahankan lagi. Aku menjatuhkan diri di pusara Salma, mengis dan meratapinya."
(Kahlil Gibran; Sayap-sayap patah)