16 Mei 2011

Amal saleh Tanpa Iman

Pembahasan ini merupakan lanjutan dari pembahasan tentang perbuatan baik non muslim bagian pertama. Anda yang ingin mengikuti pembahasan ini sangat diharapkan untuk membaca terlebih dahulu artikel tersebut agar pemahaman anda bisa runut, selain untuk menghindari kesimpangsiuran pemahaman. Jika sebelumnya kita mengajukan beberapa permasalahan tentang bagaimana nasib perbuatan baik seseorang lantas dia tidak mengikuti tuntunan agama yang benar, kali ini kita akan melihat bagaimana posisi amal saleh seseorang yang tidak beriman serta beberapa pendapat golongan mengenai persoalan ini.

Sekiranya ada seseorang yang berbuat baik tanpa memeluk agama yang benar, lantas perbuatan tersebut dianggap benar menurut agama yang sahih (benar)? Misalnya, menolong orang lain dianggap sebagai perbuatan baik menurut agama yang sahih. Begitu juga dengan bantuan sosial, membela kaum tertindas, dll yang dianggap sebagai perbuatan baik. Seandainya non-muslim melakukan hal-hal tersebut apakah pahalanya diterima atau tidak? Sebelum membahas persoalan ini, kiranya perlu kita ketahui pandangan beberapa golongan mengenai persoalan ini.

Sebenarnya ada dua kelompok yang berseberangan mengenai persoalan di atas, kelompok pertama yang sering mengklaim diri sebagai kaum tercerahkan berpendapat bahwa semua perbuatan baik akan diterima Allah swt, baik muslim maupun non-muslim. Menurut mereka, Allah Mahaadil sehingga Dia tidak akan mengistimewakan hamba-Nya. Allah swt. tidak akan menyia-nyiakan perbuatan baik hamba-Nya, siapa pun itu. Untuk memperkuat gagasan mereka, kaum tercerahkan mengajukan dua dalil, dalil rasional dan dalil naqli (Al-Quran dan sunnah). Dalil rasional berpijak pada pandangan bahwa hubungan Allah dengan segala wujudnya adalah setara. Karena hubungan Allah sama dengan semua makhluknya, maka setiap perbuatan baik dari makhluk-Nya akan diterima. Seperti diketahui, Allah mahaadil dan keadilan tersebut mengharuskan semua perbuatan baik diterima oleh-Nya. Premis kedua adalah perbuatan baik dan buruk itu bersifat esensi, realitas yang faktual (nyata). Allah melarang jika perbuatan tersebut memang buruk dan memerintahkan setiap perbuatan baik jika toh perbuatan tersebut memang baik adanya. Jadi, perintah Allah itu pada dasarnya mengikuti pola baik-buruknya perbuatan. Kesimpulan yang bisa ditarik adalah Allah mahaadil dan akan memberi pahala kepada setiap perbuatan baik. Dengan alasan yang sama, tidak ada perbedaan antara semua pelaku dosa, karena semuanya akan disiksa. Dalil naqli yang diajukan oleh kaum tercerahkan diantaranya, (Q.S. Al-baqarah:80-81), (Q.S. Ali Imran:24-25), (Q.S. Al-baqarah:111-112), (Q.S. Al-nisa:123-124), (Q.S. Al-zalzalah:7-8).

Selanjutnya, golongan kedua yang dikenal dengan kelompok ekstrim berpandangan bahwa siapa pun yang tidak beriman kepada Allah dan tidak mengikuti agama yang benar akan mendapat siksa dan amalnya tidak akan diterima Allah swt. Pandangan ini sangat kontras dengan kelompok pertama yang begitu longgar dalam melihat perbuatan baik semua orang. Menurut golongan ini, perbuatan baik non-muslim niscaya ditolak. seperti kaum tercerahkan, mereka juga mengajukan dua dalil, rasional dan naqli. Dalil rasional mereka yaitu, sekiranya perbuatan baik muslim dan non-muslim diterima, lantas apa pengaruh diturunkannya agama Islam dalam hal ini. Tidak mungkin Tuhan menurunkan Islam, sedangkan memeluk dan ingkar terhadapnya sama saja. Sedang dalil naqli yang mereka ajukan adalah (Q.S. Ibrahim:18) dan (Q.S. Al-nur:39-40).

Jika demikian adanya, lantas kelompok mana yang akan kita ikuti. Apakah kelompok pertama atau yang kedua. Mungkinkah ada alternatif ketiga? Untuk memulai diskusi ini kita akan melihat seperti apa nilai iman dan bagaimana kaitannya dengan perbuatan baik serta ganjaran atas iman itu sendiri. Apakah tidak adanya keimanan dalam diri seseorang terhadap prinsip-prinsip agama akan mendapat siksa Tuhan? Ataukah mereka akan dimaafkan dan tidak disiksa? Apakah syarat diterimanya perbuatan baik adalah iman? Apakah kekafiran akan menghapus semua perbuatan baik seseorang dan perbuatan baiknya tidak akan dihitung dalam perhitungan Tuhan?

Pembahasan ini akan kita tinjau dengan melihat beberapa pembahasan awal. Saya tidak ingin melangkahi beberapa pembahasan penting sehingga semuanya bisa menjadi jelas. Oleh karena itu, untuk pembahasan awal yang saya maksudkan akan kita bahas di artikel selanjutnya. Adapun yang akan kita bahas pada artikel selanjutnya adalah pertanggungjawaban atas kekafiran, tingkat ketundukan, dan Islam faktual dan Islam geografis. Insyaallah kita akan menemukan satu kesimpulan penting setelah membahas tiga poin tersebut.

Wallahu a'lam bishawab...


*) sebagian besar isi artikel ini saya kutip dari buku Keadilan ilahi karya Murtadha Mutahhari.
 

4 komentar:

Unknown mengatakan...

Assalamualaikum akhi,,
nice post

saya juga sempat bingung, apakah kalo kita tidak beriman pada ALLAH SWT apakah amal baik kita tidak diterima :(

Kasim Muhammad mengatakan...

Suciyellow: iya, memang masih menjadi perdebatan, tapi dengan diskusi di atas, setidaknya ada titik terang mengenai hal ini. Coba lihat artikel lanjutannya, menarik...:)

reza aconk mengatakan...

blog anda bagus>>>

saya ajungi jempol!!!!



dan saya hanya sekedar mampir ya sekalian blogwalking!!!



jika bernit liat blog saya kunjungin balik jja!!!!

Kasim Muhammad mengatakan...

terima kasih...:D