7 Mei 2011

Kuliah Tamu H. Ahmad Muzani Di Universitas Hasanuddin

Jumat, 6 Mei 2011 Rangkaian Anniversary XXXI Kemasos FISIP UNHAS mengadakan kuliah tamu dengan pembicara utama H. Ahmad Muzani Anggota DPR RI Komisi I Periode 2009-2014. Komisi I DPR RI merupakan komisi yang membidani pertahanan keamanan negara. Tema yang diangkat adalah: Ilusi Kebebasan Berpendapat, Anarkisme Mahasiswa Sebagai Ancaman Keamanan Negara. Sekilas, tema ini sangat menarik untuk dibahas di tengah-tengah labelisasi aksi mahasiswa sebagai anarkisme yang bukannya berkontribusi malah dianggap mengancam keamanan negara. Apalagi, Muzani (Ahmad Muzani ,red) sebagai wakil rakyat yang secara khusus membahas isu tentang keamanan negara.

Kuliah tamu yang sedianya berlangsung pada pukul 13.00, sesuai dengan yang tertera di undangan yang saya bawa, malah molor hingga pukul 15.00. Peserta kuliah yang hadir sedari tadi mulai resah ditambah dengan suasana ruangan yang sumpek karena banyaknya peserta. Tepat pukul 15.10 H. Ahmad Muzani dan rombongan tiba di tempat beserta jajaran dosen FISIP UNHAS. Setelah melewatkan beberapa sambutan, H. Ahmad Muzani menyampaikan pidatonya.

Pembawaan yang tenang, Muzani memulai kuliah tamu dengan mengangkat isu NII (Negara Islam Indonesia) dikaitkan dengan RUU Intelejen. Menurutnya, ditenggarai merebaknya isu NII merupakan agenda politik untuk memuluskan langkah RUU Intelejen yang pembahasannya masih alot karena beberapa pasal masih ditolak. Salah satu pasal yang ditolak menurut Muzani adalah hak penangkapan dan penyadapan oleh BIN. pernyataannya ini diulang sampai beberapa kali sampai-sampai teman yang duduk di sebelah saya berseloroh "pantas kalau pasal tentang penyadapan ditolak. Kalau diteima, nanti korupsinya ketahuan." Spontan saya protes, "wuusss, diam ah...!!!"

Awalnya saya agak senang ketika, Muzani memaparkan latar belakangnya sebagai aktivis sejak mahasiswa dan profesinya sebagai wartawan sebelum duduk di kursi legislatif. Namun, saya mulai kecewa ketika pembicaraannya mulai ngelantur dan melenceng jauh dari tema. Tidak sedikit pun disinggung mengenai aksi mahasiswa yang kadang dicap anarkis dan mengancam keamanan negara. Beliau lebih banyak menyinggung aktivitasnya di Senayan, demokrasi transisi, dan integritas pemimpin. Sesekali nada pencitraan diri keluar dari mulutnya.

Pembicaraannya mulai membosankan. Untungnya beliau cepat turun dari podium dan bersedia melayani pertanyaan. Saya sangat tertarik ketika seorang penanya dari Penerbitan kampus, Identitas mengajukan keberatannya terhadap partai politik yang tidak punya landasan ideologi, mudahnya seorang kader pindah partai, dan tidak adanya perekrutan yang jelas dalam tubuh partai politik. Muzani mengakui hal ini memang menjadi persoalan klasik partai politik dan telah berlangsung sekian lamanya. Penyebab utamanya adalah pragmatisme partai politik yang dengan mudah menerima anggota tanpa melihat kualitas kader dari segi intelektual. kebanyakan partai hanya merekrut kader 'berdompet tebal' untuk dimasukkan dalam jajaran partai. Budaya ini yang harus di terus dikikis. Menurutnya, demokrasi transisi butuh partai berideologi untuk mengokohkan bangunan demokrasi demi terwujudnya negara kuat dan maju.

Secara umum, pembahasan banyak berputar di isu politik. Hampir tidak ada penjelasan yang memuaskan dari Muzani tentang aksi mahasiswa yang anarkis serta kaitannya dengan keamanan negara. Kuliah tamu ini seperti menjadi kuliah politik.

Tidak ada komentar: