31 Mei 2011

Membumikan Nilai Luhur Pancasila

17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya sebagai klimaks atas perjuangan para pahlawan dalam merebut kekuasaan dari penjajah. Sebelumnya telah dibentuk berbagai tim untuk merumuskan bentuk dan falsafah (nilai dasar) Bangsa Indonesia. Hasilnya, lahirlah Pancasila yang terdiri dari lima nilai dasar (falsafah) dalam membangun negara Indonesia.

Tepatnya 1 Juni 1945, Pancasila disepakati sebagai dasar negara Indonesia. 66 tahun sejak kelahirannya, Pancasila seakan berjuang sendiri di tengah wabah globalisasi. Eksistensinya yang mengandung nilai luhur kian tergerus dan mengundang pertanyaan dasar, masihkah kita membutuhkan pancasila sebagai dasar bernegara? Pertanyaan konyol ini menemukan titik relevansinya dibalik realitas kekinian bangsa Indonesia. Maraknya radikalisme, disintegrasi bangsa, demokrasi artifisial yang tidak substansial, politik pragmatis, dan serangan budaya hedonism yang kian sulit terbendung. Hanya sebagian kecil yang saya sebutkan, masih banyak poin penting yang mempertanyakan kesakralan pancasila sebagai faslafah (nilai dasar) berbangsa Indonesia.

Ir. Soekarno sebagai presiden pertama Bangsa Indonesia pernah mengkristalkan nilai pancasila sebagai pembakar semangat dalam melawan rongrongan Belanda dan sekutunya yang ingin menguasai kembali bumi pertiwi. Di Zaman orde lama, rakyat Indonesia seakan punya satu tujuan bersama yang terinternalisasi dalam diri mereka. Orde baru yang menggantikan posisi orde lama merumuskan Pancasila melalui penataran P4 (Pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila). Walaupun terkesan dipelintir dan diformalkan, nilai luhur Pancasila masih mampu dihayati dengan baik. Ditumbangkannya orde baru oleh reformasi membuka harapan besar rakyat terhadap Bangsa Indonesia. Sayang, pascareformasi kita lebih disibukkan pragmatisme politik dan demokrasi artifisial yang tidak menyentuh masyarakat secara substansi.

Politik, demokrasi, ekonomi dikuasai kelompok tertentu yang menengok rakyat 5 tahun sekali melalui arena pemilihan umum. Rakyat dipaksa untuk memilih para artis dadakan yang teraktualisasi sebagai politikus. Imbasnya, elit politik hanya sibuk dengan intrik mencari kekuasaan dan tanpa malu memamerkan moral buruk. Korupsi, suap, gratifikasi, plesiran ke luar negeri, sampai politikus sensasional dalam wajah seks dan pornografi. Tidak hanya politikus, rakyat pun semakin akrab dengan budaya yang tidak dikenalinya sendiri. Hedonisme, budaya keren, serta konsumerisme menjadi penyakit yang justru melenakan. Pusaran neo-liberalisme ikut membawa rakyat ke arus yang jauh dari nilai luhur Pancasila. Inilah sekelumit masalah yang menandakan lemahnya, bahkan hilangnya nilai luhur pancasila sebagai Ideologi bangsa. Kita tidak perlu beretorika atau menyangkal kenyataan memilukan ini karena jelas tercermin pada realitas hidup keseharian.
 
Apakah Pancasila sudah tidak relevan lagi? Yah, kita pantas bertanya. Tapi kita harus mundur ke belakang dan melihat sejarah Pancasila itu sendiri. Diawal perumusannya pancasila membawa semangat luhur yang menjadi modal kuat membangun bangsa Indonesia. Nilai ketuhanan, toleransi beragama, manusia yang beradab, musyawarah, kerukunan, gotong royong, dan keadilan adalah beberapa tawaran luhur Pancasila.  Menurut penulis, modal ini sudah lebih dari cukup untuk membangun bangsa yang ber'identitas', mencetak pemimpin berkarakter kuat, serta politikus merakyat yang tidak hanya melulu berburu kekuasaan. Jadi sebenarnya, bukan salah pancasila kalau bangsa ini kian carut marut, lebih kepada individu yang tidak memahami dan menginternalisasikan nilai luhur pancasila.

Solusi konkret yang mesti dilakukan adalah mengaktualisasikan kembali nilai pancasila. Sehingga senantiasa menjadi spirit dalam berbangsa dan bernegara. Solusi ini tidak hanya berlaku pada politikus, pemimpin, dan kalangan tertentu, tapi segenap lapisan masyarakat harus bisa menginternalisasikan nilai luhur tersebut. Tidak sampai disitu, menjaga spirit pancasila juga sedemikian pentingnya, mengingat masalah selama ini adalah karena banyak kita 'lupa' lalu mengabaikan nilai-nilai tersebut. Akhirnya, kita semua memiliki mimpi bersama untuk Indonesia maju, menjaga nilai luhur pancasila, dan menyadarkan kita bahwa Indonesia adalah milik bersama sebagai warisan luhur pahlawan bangsa.

Sesuai yang diamanatkan UUD 1945, pemerintah harus proaktif dan punya political will dalam upaya mereaktualisasikan nilai luhur Pancasila. Sepertinya konsep orde baru membumikan pancasila cukup bagus yaitu, penataran P4. Ini hanya contoh, bentuknya bisa diubah sehingga tidak terkesan pada pengkerdilan nilai dan mesti jauh dari kepentingan rezim berkuasa. stakeholder lain seperti institusi pendidikan, keagamaan, dan  institusi terkait lainnya perlu berperan dalam membangun dan membumikan pancasila. Menyambut ulang tahun Pancasila yang ke-66, marilah kita merefleksikan kembali nilai luhur pancasila, menangkap nilai, mengikat makna kemudian mengatualisasikan dalam keseharian.

Tidak ada komentar: