14 November 2011

Bung Karno dan Jusuf Kalla Bicara Sejarah

JAS MERAH. Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Idiom yang dipopulerkan Soekarno. Presiden pertama RI. Mengingatkan rakyatnya ketika itu. Iya, jangan melupakan sejarah. Apa yang kita nikmati adalah hasil rangkaian peristiwa masa lalu. Kemerdekaan yang kita capai adalah berkah sejarah. Makanya, jangan sekali-kali melupakannya. Maksud Bung Karno mungkin demikian.

Bung Karno percaya, sejarah adalah bagian vital bangsa. Beliau juga meyakini, bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak lupa pada sejarahnya. Dan bangsa yang tidak lupa pada sejarahnya adalah bangsa yang pandai berterima kasih. Berterima kasih pada pahlawannya. Berterima kasih pada pelajaran dan pengalaman pendahulunya. Berterima kasih atas pelajaran yang diberikan orang dahulu. Berterima kasih atas warisan budaya pelaku sejarah di masa lalu.

Memaknai sejarah sebagai kereta waktu yang terus melaju. Yang mengiri napak tilas perjalanan bangsa. Saya pikir kita perlu menempatkannya dalam posisi yang benar. Maksud saya, mengingat sejarah tidaklah cukup. Kita mesti memaknainya dengan benar. Memaknainya sebagai pelajaran, refleksi, dan evaluasi atas peristiwa di masa lampau. Itu saja. Tidak lebih, tidak kurang.

Saya teringat dengan ucapan Jusuf Kalla (JK), ketika menyampaikan sambutannya di UNHAS beberapa waktu yang lalu. "Bukti kemunduran bangsa, ketika rakyatnya sibuk membanggakan sejarahnya". Pesan yang beliau hendak sampaikan, membanggakan sejarah tidak akan membuat kita lebih baik. Malah menjadi bukti nyata bahwa kita berada pada kemunduran nyata.

Sejarah adalah fase dimana pelajaran bisa dipetik untuk hidup yang lebih baik di masa depan. Pesan dua tokoh lintas generasi mungkin agak berbeda dalam memandang sejarah. Namun maksud keduanya jelas. Jangan lupakan sejarah, tetapi jangan pula membanggakannya.

Tidak ada komentar: