4 November 2011

Setelah Sumpah Pemuda, Apa lagi?

83 tahun berlalu sejak dikumandangkan sumpah pemuda untuk kali pertama. Tepatnya pada tanggal 28 Oktober 1928, sekumpulan pemuda mengukuhkan komitmennya sebagai wujud kesejatian anak bangsa yang kemudian diperingati setiap tahunnya hingga sekarang. Dan sekarang ini kita tengah berada dalam suasana memperingati semangat sumpah pemuda. Sebagai anak kandung bangsa kita telah bersumpah setia untuk satu nusa, satu bangsa, dan berbahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Juga, momentum sumpah pemuda mesti kita maknai sebagai bongkahan komitmen akan negeri kita tercinta, bukannya sebagai ritual tahunan. Semarak sumpah pemuda wajib harus kita jadikan sebagai pelecut semangat dalam membangun Indonesia di tengah keragaman suku, budaya, dan agama.

Tidak bisa dipungkiri, pemuda telah ikut berperan dalam rentetan sejarah bangsa indonesia. Berdiri di barisan terdepan melawan penjajah, saat deklarasi kemerdekaan, ketika pembangunan bangsa, sampai era reformasi. Di setiap catatan historis tersebut, selalu muncul pemuda sebagai motor penggerak. Founding fathers kita juga meyakini bahwa pemuda adalah aktor utama yang dapat diandalkan dalam mewujudkan cita-cita pencerahan bangsa sebagaimana termaktub dalam UUD 1945. Tentu saja, energi besar pemuda memungkinkan untuk diberi peran serta tanggun jawab besar seperti yang diamanahkan founding fathers kita.

Bagaimana pun, Pemuda dan mahasiswa adalah harapan bagi masa depan bangsa. Tugas utamanya adalah mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk mengambil peran dalam proses pembangunan untuk kemajuan bangsa kita di masa depan. Estafet kepemimpinan di semua lapisan, baik di lingkungan supra struktur negara maupun di lingkup infrastruktur masyarakat, terbuka luas untuk kaum muda Indonesia masa kini.

Tidak sulit memprediksi masa depan suatu bangsa. Lihat saja bagaimana kondisi pemuda mereka. Jika baik, maka baiklah bangsa itu nantinya. Akan tetapi, jika buruk maka bisa dipastikan nasib bangsa tersebut tidak akan lebih, bahkan kemungkinannya hancur dimasa yang akan datang. Bagaimana dengan pemuda Indonesia? Di tengah kepungan masalah yang datang silih berganti tanpa henti, budaya asing yang merangsek masuk. Sampai kita tidak bisa menunjukkan diri sebagai bangsa yang punya identitas serta nilai luhur budaya nenek moyang. Belum lagi kalau sikap pesimis, acuh tak acuh, serta malas kian mendarah daging di kalangan pemuda. Sekiranya memang demikian, maka sumpah pemuda sebagai ikrar serta komitmen kita sebagai pemuda hanya menjadi ritual tahunan, tanpa makna dan aksi untuk membangun bangsa yang lebih baik.

Sedikit banyak, apa yang menjadi keresahan kita semakin menampakkan dirinya. Gejala penyakit sosial kronis mulai menimpa kamu muda bangsa Indonesia. Dimana kaum muda sibuk dengan dirinya sendiri dengan tidak mempedulikan realitas sosial masyarakat sekitar. Apatis, individualistik, mempertuhankan materi, serta akrab dengan budaya hedonisme. Ditempat lain, sekelompok pemuda meneriakkan keadilan, perlawanan terhadap penindasan, memperjuangkan wong cilik, serta slogan-slogan “aktivis” lainnya. Tapi apa, mereka tidak lebih baik. Teriakan di jalan menguap ketika mereka pulang ke rumah masing-masing. Bau aspal jalanan mereka lupakan ketika berbenturan dengan realitas. Hanya mampu berteriak, tanpa aksi nyata. Mereka yang semestinya menjadi ruh perubahan terhadap kehidupan yang lebih baik kini tenggelam dalam refleksi kata. Kondisi demikian oleh Prof. Jimly Asshiddiqie disebut verbalisme. Suatu keadaan dimana kemampuan reflection saja yang berkembang, sedangkan agenda action mandek. Padahal, dalam tataran ideal, keduanya mesti seimbang sebagai syarat utama menatap perbaikan bangsa di era selanjutnya.

Membentuk Karakter Pemuda
Menurut Quraish Shihab, serumit apa pun persoalan yang menimpa bangsa kita, maka selalu ada jalan yang membawa secercah harapan. Harapan yang dimaksud adalah kaum muda. Seharusnya memang demikian. Namun, kita mesti siap menelan pil pahit melihat kondisi pemuda sekarang ini. Jika demikian, apa yang harus kita lakukan? Jawaban terakhir yang bisa dilontarkan adalah membentuk karakter pemuda yang berintegritas, satu kata dalam perbuatan.

Dalam membentuk karakter, kaum muda Indonesia perlu mengasah kemampuan reflektif dan kebiasaan bertindak praktis. Ini penting mengingat perubahan hanya dapat dilakukan karena adanya agenda refleksi (reflection) dan aksi (action) secara sekaligus. Daya refleksi kita bangun berdasarkan bacaan baik dalam arti fisik melalui buku, bacaan virtual melalui dukungan teknologi informasi maupun bacaan kehidupan melalui pergaulan dan pengalaman di tengah masyarakat. Makin luas dan mendalam sumber-sumber bacaan dan daya serap informasi yang kita terima, makin luas dan mendalam pula daya refleksi yang berhasil kita asah. Karena itu, faktor pendidikan dan pembelajaran menjadi sangat penting untuk ditekuni oleh setiap anak bangsa, terutama anak-anak muda masa kini.

Di samping kemampuan reflektif, kaum muda Indonesia juga perlu melatih diri dengan kebiasaan untuk bertindak, mempunyai agenda aksi, dan benar-benar bekerja dalam arti yang nyata. Sebagaimana slogan learning by doing, dimana kebiasaan bertindak akan menjadi pengalaman yang selanjutnya membentuk kepribadian. Menggantungkan kemajuan pada tataran wacana tidak berarti banyak jika tidak ada agenda aksi yang nyata. Kaum muda masa kini perlu membiasakan diri untuk lebih banyak bekerja dan bertindak secara efektif daripada hanya berwacana tanpa implementasi yang nyata. Karenanya, membentuk karakter kaum muda diperlukan kemampuan memaknai (rerleftion) serta bertindak (action). Hanya dengna begitu, harapan kaum muda membawa angin segar perubahan bangsa akan tercapai.

Sebaiknya, kaum muda Indonesia, untuk berperan produktif di masa depan, hendaklah melengkapi diri dengan kemampuan yang bersifat teknis dan mendetil agar dapat menjamin benar-benar terjadinya perbaikan dalam kehidupan bangsa dan negara kita ke depan. Bayangkan, jika semua anak muda kita terjebak dalam politik dan hanya pandai berwacana, tetapi tidak mampu merealisasikan ide-ide yang baik karena ketiadaan kemampuan teknis, keterampilan manajerial untuk merealisasikannya, sungguh tidak akan ada perbaikan dalam kehidupan kebangsaan kita ke depan.

Zaman akan terus berlari dan menjauhi mereka yang tidak mau belajar dan berusaha. Terbukti, hanya orang-orang yang mau belajar dan berusaha yang mampu memimpin dan berada di garis terdepan peradaban. Sejarah telah berbicara banyak, bagaimana keberhasilan para pendahulu kita dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa. Kita semua berharap aroma perbaikan bangsa berasal dari para pemuda. Tentunya kita bisa optimis akan hal itu, sekiranya kaum muda punya karakter seperti yang disebutkan di atas.

Momentum sumpah pemuda baru saja berlalu dan kita tidak berharap peringatannya sekedar ritual tahunan belaka. Terserah bagaimana cara kita memperingatinya, karena yang terpenting adalah bagaimana kita memaknai semangat yang dibawanya dalam konteks pembangunan bangsa yang lebih baik. Sekali lagi, sumpah pemuda mengajarkan kita bagaimana membentuk komitmen sebagai wujud kecintaan kita pada bumi pertiwi. Semangat ini tidak boleh berlalu begitu saja, mesti dijadikan bahan evaluasi serta refleksi terahadap sumbangan atau perjuangan kita pada bangsa.

wallahu a’lam bishawab

Tidak ada komentar: