31 Desember 2011

Reformasi Menurut Cak Nur #Part1

Sesaat sebelum Soeharto lengser dari jabatannya sebagai presiden pada tahun 1998. Beliau memerintahkan ajudannya menjemput Cak Nur (Nurcholish Madjid). Setelah sampai di Cendana (Kediaman Soeharto), Cak Nur langsung menhadap. Soeharto memulai percakapan, "rakyat maunya apa sih?" Dengan enteng, "Rakyat mau reformasi pak". "Reformasi itu apa?" Soeharto kembali bertanya. "Refomasi itu artinya, bapak turun dari jabatan presiden" tukas Cak Nur. "ha ha ha dari dulu saya mau turun, tapi tidak dibiarkan sama Harmoko". "Nah inilah saatnya pak, bapak harus mengakhiri jabatan dengan khusnul khatimah, jangan sampai rakyat yang memaksa anda turun" Tegas Cak Nur.

Esoknya setelah percakapan itu, Soeharto di hadapan MPR, tepatnya tanggal 21 Mei 1998, menyampaikan pengunduran dirinya sebagai presiden. Dengan trunnya Soeharto, maka berakhirlah rezim orde baru dan digantikan oleh reformasi. juga berkembang isu, bahwa IMF (Amerika,red) adalah pihak utama yang ingin melengserkan Soeharto. Benar atau tidak, kenyataannya Soeharto turun dari jabatannya. Saya tidak mau berspekulasi terlalu jauh.

Reformasi ditandai dengan kebebasan. Kebebasan berpendapat, berserikat, membentuk ormas, parpol, LSM, dan sebagainya. Berbagai upaya dilakukan untuk membentuk negara yang berkeadilan, makmur, demokratis, dan menjunjung tinggi HAM. UUD 1945 diamandemen karena dinilai sudah ketinggalan zaman dan tidak "ngonteks" lagi. Sistem perpolitikan diubah, perekonomian, dan sejumlah bidang lain. maknya jangan heran kalau sistem ekonomi berdasar azas kekeluargaan sudah tidak dijumpai lagi dalam UUD 1945. Kekayaan alam negara dan sejumlah ekonomi strategis tidk lagi dimonopoli oleh negara. Negara hanya bertanggungjawab pada pendidikan dasar, untuk pendidikan lanjutan, tidak lagi. Saya malah terheran-heran, qou vadis (mau dibawa kemana) bangsa Indonesia ini? walah..walah..walah...

Lihat perkataan Cak Nur, reformasi artinya menurunkan Soeharto. Bukannya memperbaiki sistem, memberantas KKN, menegakkan hukum dan lain-lain seperti isu sentral yang terdengar kala itu. Selama 13 tahun reformasi bergulir, kata-kata Cak Nur semakin menemui relevansinya. Buktinya, reformasi tidak membawa kemajuan bearti kecuali di beberapa bidang saja. LSI bahkan pernah merilis hasil survei yang bikin panas telinga elit politik, bahwa era Soeharto (orde baru) lebih baik dari era reformasi.

Catatan Akhir Tahun, Sebuah Refleksi

Ada dua hal yang sering dilakukan orang menjelang akhir tahun. Refleksi akhir tahun dan resolusi tahun yang akan datang. Refleksi dilakukan sebagai bentuk evaluasi kinerja setahun terakhir. Sejumlah catatan perjalanan sengaja dituliskan guna memaknai kembali peristiwa yang dianggap penting. Prestasi dicatat, termasuk juga kejadian "kelam" guna diambil hikmah di dalamnya. Sedangkan resolusi dimaknai sebagai proyeksi setahun ke depan. Cita-cita dan harapan yang tidak terwujud di tahun sebelumnya dicatat kembali untuk diwujudkan di tahun berikutnya. Refleksi dan resolusi dianggap sebagai ritual wajib setiap akhir tahun. Ritual ini khususnya berlaku bagi masyarakat urban, karena bagi sebagian besar masyarakat udik, pergantian tahun bukanlah sesuatu yang penting untuk dibicarakan. Bagi mereka, setiap waktu sama saja. Tidak peduli akhir, awal, atau pertengahan tahun.

Tahun 2011 tinggal menghitung jam. Sebentar lagi akan berakhir. Beranjak meninggalkan kita semua dan tidak akan pernah kembali lagi. Itu pasti. Tahun 2011 akan terkubur, menjadi sejarah bagi setiap orang. Sejarah yang entah mau dimaknai atau tidak. Akan tetapi, alangkah meruginya kita jika tidak bisa memetik pelajaran dari perjalanan hidup kita, setidaknya selama setahun terakhir. Tentu saja bukan untuk membanggakan atau mengutuk perjalanan kita. Tapi sekali lagi, untuk mengambil pelajaran sebagai bahan refleksi untuk menentukan arah kehidupan nantinya.

***
Tidak banyak yang berubah. Status saya masih saja sebagai mahasiswa. Mahasiswa yang tidak kunjung sarjana. Padahal masa studi saya terbilang tidak "normal" lagi. Jauh dari target awal ketika saya pertama kali menginjakkan kaki di bangku kuliah pada tahun 2006. Orang tua saya, sudah mengulang pertanyaan yang sama ribuan kali, "kapan sarjana nak?". Entahlah, karena faktor pendidikan orang tua yang rendah, selalu saya selalu punya alasan logis atas pertanyaan itu. Dan selalu diterima tanpa embel-embel. Kadang juga saya berpikir, betapa menyedihkannya beliau punya anak seperti saya. Atau mungkin beliau terlalu saya kepada anaknya. Tapi toh, saya punya proyeksi sendiri yang saya jelaskan tiap kali pulang kampung. Orang tua saya mendengarnya dan beliau merasa bangga.

Awal tahun 2011, saya sudah berkomitmen untuk hidup mandiri. Dalam artian, mapan secara finansial. Alasan utamanya, saya bekerja di dua tempat sekaligus. Sampai medio 2011 semuanya masih berjalan sesuai rencana. Akan tetapi, masalah lain timbul. Kuliah saya jadi berantakan. Orang tua saya komplain. Akhirnya saya harus rela melepaskan salah satu pekerjaan dan kembali ke kehidupan sebelumnya: meminta beasiswa dari kampung setiap bulan. Menyedihkan. Seperti yang saya ungkapkan di atas, sampai akhir tahun 2011 saya masih berstatus mahasiswa. Jadinya, saya masih menerima kiriman uang dari kampung dan belum sarjana. Mungkin ini sebuah kegagalan, tapi saya tidak mau menyebutnya demikian. Itu bukan kegagalan, melainkan keberhasilan yang tertunda (inilah kata-kata yang paling saya benci seumur hidup).

Setali tiga uang dengan kehidupan asmara. Ciee kehidupan asmara ha ha ha. Sempat menjalin hubungan dengan seorang perempuan. Sayang (bisa ditebak, akhirnya pasti menyedihkan). Hubungan tidak berjalan lama. Saya pernah bertemu orang tuanya dan ditanya kapan sarjana. karena tidak tahu harus jawab apa, dan setelah lama berpikir, dengan enteng saya jawab, "nanti om" Jawaban yang sangat politis dan spekulatif. Dua pekan kemudian, saya putus dengan anaknya tanpa alasan yang jelas.

Ah, dari dari tadi menyedihkan terus. Pelajaran apa yang mau diambil. Sama sekali tidak ada. Terus kenapa saya menulis "refleksi akhir tahun 2011"? Saya juga tidak tahu. Gamang.

***
Cerita menyenangkan. Entahlah, saya tidak tahu harus memulai darimana. Hanya dua kemungkinan, terlalu banyak  sehingga bingung mau mulai darimana atau memang tidak ada sama sekali. Sekali lagi, gamang.

Selain umur yang semakin bertambah, beberapa catatan penting selama tahun 2011 (tentunya tidak menyedihkan). Saya menerima tawaran pekerjaan yang akan dimulai pada awal tahun 2012. Cukup menggembirakan mengingat kondisi keuangan orang tua saya yang semakin tidak memungkinkan saat ini. Semoga terealisasi supaya punya dana cukup untuk melanjutkan pendidikan apoteker pada pertengahan 2012. Orang tua saya juga setuju dengan rencana tersebut.

Memang saya belum bertitel sarjana. Akan tetapi, progres yang sangat baik jelas terlihat. Skripsi sudah ACC, menunggu untuk di"sidang"kan. Tinggal berkas ujian yang perlu disiapkan dan beberapa perlengkapan administrasi. Selebihnya, sudah rampung. Kalau tidak ada aral melintang, awal 2012 saya sudah sarjana. 

Tetapi yang terpenting bagi saya, adalah dialektika pengetahuan yang sangat intens selama tahun 2011. Saya merasakan betul bagaimana pergulatan pemikiran yang mengubah paradigma. Banyak menyerap buku kontemporer yang merasuki alam pemikiran. Banyak pelatihan sempat saya ikuti perlahan mengubah persepsi saya. Memang hasilnya masih abstrak. Akan tetapi pola yang terbangun secara terstruktur semakin mendewasakan saya. Jelas ini menjadi modal penting mengarungi kehidupan selanjutnya. Saya sangat bersyukur.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, saya punya proyeksi sendiri. Tahun 2011, terlepas dari banyak kekurangan dan target yang tidak tercapai, memberikan pengaruh besar dalam upaya mematangkan proyeksi masa depan. Selebihnya adalah harapan. Bahwa hidup selalu membawa banyak kemungkinan. Ada rahasia dibalik peristiwa. Melihat fenomena, menyingkap noumena. Yakin Usaha Sampai...

29 Desember 2011

Negeri Autopilot

"Gagal berencana, artinya merencanakan kegagalan". Pepatah lama yang sarat makna. Seringkali diungkapkan untuk mengingatkan kita, betapa menyusun rencana itu sangat penting. Dalam dunia manajemen, menyusun rencana adalah syarat utama jika ingin berhasil. Tidak ada seorang pun yang menggeluti dunia manajemen, mengabaikan hal ini. Ingin berhasil, susunlah rencana. Karena kalu tidak, artinya kita telah merencanakan sebuah kegagalan. Sederhanya mungkin seperti itu.

Menyusun rencana tidak hanya ada dalam dunia manajemen. Dalam kehidupan sehari-hari pun, kita mesti menyusun rencana. Semakin bagus dan detail rencana yang kita buat, maka kemungkinannya juga akan semakin baik. Bagi mereka yang telah mempunyai rencana hidup, maka hari esok bukan lagi misteri. Esok adalah sebuah rentetan kejadian yang telah kita tuangkan dalam kertas rencana. Bukan kotak pandora yang tertutup rapat. Meski, kita tidak bisa memastikannya, tapi setidaknya dengan sebuah rencana, target dan tujuan kita bisa lebih terarah.

Lantas, apa jadinya jika sebuah siklus kehidupan yang lebih besar tidak punya rencana. Anggaplah negara. Bisa dibayangkan jika sebuah negara tidak punya rencana dalam jangka waktu 1 bulan, 1 tahun, 5 tahun, atau 25 tahun ke depan. Jika demikian, bagaimana dengan nasib rakyat dalam negara tersebut. Hari esok mereka samar, tidak jelas, penuh misteri, dan sebagainya. Adakah negara seperti yang saya sebutkan di atas. Terdengar ini sangat musykil. Bagaimana mungkin sebuah negara tidak punya rencana.

Tahukah anda apa rencana bangsa Indonesia 1, 5, atau 10 tahun ke depan? Kalau ada yang tahu, nanti saya kasi hadiah, he he. Jangan heran atau bingung, inilah salah satu keajaiban Indonesia saat ini yaitu tidak punya rencana. Coba tanya SBY, apa yang akan dilakukan negara 1 tahun ke depan. Atau begini supaya lebih mudah, tanya beliau mengenai rencana Indonesia 1 bulan ke depan. Sim salabin abra cadabra, beliau akan jawab: TIDAK TAHU. Aneh bukan, tapi inilah Indonesia. Seburuk-buruknya [jika memang demikian] pemerintahan era Soeharto, namun kala itu perencanaannya jelas dan terencana. Di masa itu, dibuat rencana pembangunan jangka pendek dan jangka panjang. Ingat mungkin, istilah Repelita (rencana pembangunan lima tahun) yang diberlakukan rezim orde baru. Hasilnya, sangat efektif. Terbukti dengan gelar Soeharto sebagai bapak pembangunan berkat jasa-jasanya.

Saya tidak bermaksud membandingkan era orde baru dan reformasi saat ini. Terutama tentang mana yang lebih baik. Saya ingin menyinggung peran penting dalam menyusun rencana. Bagaimana nasib bangsa ini jika terus menerus hidup dalam ketidakpastian. Kita mau di bawa kemana? Itu pertanyaan yang saya pikir sangat mendasar. Pemerintah harus menyusun rencana negara, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Ini harga mati yang tidak bisa ditawar lagi.

Akhirnya, semua kembali pada niat pemerintah dan elit politik negeri. Dibutuhkan good will dan political will. Tapi semestinya, mereka yang diberi amanah untuk menjadi masinis negara sadar akan tujuan yang hendak dicapai. Jangan sampai menjadi pesawat tanpa awak, Autopilot. Tidak tahu mau kemana atau malah "dikemanakan" oleh "remote" jarah jauh. Bisa repot kalau demikian adanya. Naudzubillah...

Wallahu a'lam...

8 Desember 2011

Kisah Sang Burung dan Petani

Konon seorang petani hendak menebang pohon di depan rumahnya. Di atas pohon
bernaung sepasang burung beserta anak-anaknya. Si anak mengadu pada ibunya,
"Bu, petani akan menebang pohon ini besok"
"Kata siapa?" Tanya sang ibu santai.
"Saya dengar sendiri bu, petani akan memanggil tetangganya untuk menebang pohon ini"
Si anak setengah berteriak.
Esoknya, pohon masih kokoh. Tidak jadi ditebang. Tampak petani masih duduk santai di beranda
rumahnya. Masih tergopoh ketika si anak burung mendatangi sang ibu yang bertengger di ujung ranting.
"Bu, petani akan menebang pohon ini besok. Serius"
"Ah, masa?" Sang ibu, lagi-lagi menjawab santai.
"Petani sedang menunggu keluarganya dari kampung seberang untu menebang pohon kita ini"
"Tenang saja, besok kita masih aman disini"
Hari berlalu. Pohon masih utuh. Tidak terlihat sedikit pun tanda, bahwa pohon akan ditebang.
Petani juga tidak terlihat sedari tadi. Si anak burung terbang ringan mengelilingi rumah petani.
Mengintip dari celah atap. Terlihat petani sedang mengasah pisaunya.
"Benar kata ibu, pohon ini tidak akan ditebang" Si anak terlihat sumringah.
"Kok kamu bilang gitu?" Tanya sang ibu.
"Bener bu, hari ini petani tidak meminta bantuan lagi kepada tetangga atau kerabatnya"
"Terus..."
"Buktinya, dia hanya mengasah pisau di dalam rumahnya"
Sang ibu tiba-tiba kaget. Bergegas cepat. Mengumpulkan semua anak-anaknya.
Si anak kaget melihat tingkah aneh ibunya.
"Ada apa bu? Si anak dengan muka terheran-heran.
"Cepat bergegas, kita pindah sekarang juga"
"Tapi bu..."
"Tidak ada tapi-tapian, pokoknya bereskan semua dan kita pindah. Pohon ini akan segera ditebang"
Sang ibu berbicara tegas dan lantang pada anak-anaknya.
Keesokan hari. Batang pohon sudah menganga akibat hantaman pisau. Sebentar lagi pohon rindang itu akan runtuh, tersungkur di bumi. Beruntung si burung sekeluarga. Pagi-pagi buta mereka sudah minggat jauh. Mencari tempat berteduh yang aman. Ternyata benar firasat sang ibu burung, pohon akan ditebang.

MENILIK cerita di atas. Pelajaran penting penting yang bisa ditarik adalah, sekali-sekali jangan menunda pekerjaan dengan berharap bantuan dari orang lain, padahal pekerjaan tersebut bisa kita lakukan sendiri. Menunggu orang lain menyelesaikan pekerjaan kita hanya akan menyita waktu yang lebih lama. Intinya, jika kita bisa, maka kita sendirilah yang mesti menyelesaikannya.

#1postondecember