9 Mei 2011

Dedicated untuk Ibu Terbaik Di Dunia, Ibuku

Beberapa hari terakhir bertebaran artikel, dan puisi tentang hari ibu. Blogger ramai ramai memposting sebagai ungkapan rasa terima kasih terhadap sosok ibu. Setiap orang punya cara tersendiri dalam memaknai kesakralan hari ibu. Kalau mau jujur, saya tidak benar-benar tahu kapan sebenarnya hari ibu. Banyaknya artikel tentang hari ibu di bulan ini, khususnya pekan ke-2 Mei, cukup menggoda saya untuk ikut nimbrung.

Saya tahu betul bahwa artikel, puisi sebaik apapun itu tidak akan menjadi balasan/ungkapan yang cukup untuk mengenang kembali jasa-jasa ibu. Mereka adalah wanita hebat yang melahirkan kita. Pengorbanan dan kasih sayangnya tak terbayangkan besarnya pada kita semua. Bahkan ketika saya menuliskan artikel ini, toh tidak lepas dari peran ibu saya.

Menilik kembali perjalanan saya, 23 tahun yang lalu saya dilahirkan di sebuah desa kecil di Ujung Sulawesi Selatan. Beranjak remaja di tempat yang sama hingga lulus MTs, saya melanjutkan pendidikan SMA di kota Bulukumba. Orang tua, khususnya ayah, mempunyai tekad kuat untuk menyekolahkan sampai jenjang terkahir pendidikan formal karena prestasi yang saya tunjukkan cukup menjaanjikan. Sayangnya, beliau tidak dapat lagi melihat hasil Ujian kenaikan kelas saya di tahun ketiga SMA karena Allah Swt. lebih dahulu memanggilnya. Otomatis tumpuan hilang, terutama biaya untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas.

Saya cukup terpukul. Untungnya ibu saya mengambil peran ayah. Profesi sebagai ibu rumah tangga dialihkan menjadi petani menggantikan posisi ayah saya. Sampai saya menginjakkan kaki di Universitas, beliau adalah pembakar semangat yang tidak pernah padam. Himpitan ekonomi bertumpu di pundaknya yang mulai renta termakan usia.

Ibu saya bukanlah ibu modern seperti kebanyakan teman sekampus. Beliau tidak pernah menginjakkan kainya di pendidikan formal. terang saja, beliau tidak mampu menyebutkan apalagi membaca satu huruf pun. Sedikitpun beliau tidak mengerti tetek bengek pendidikan. Beliau hanya punya semangat dan sedikit tenaga untuk dipaksa bekerja demi kelanjutan pendidikan saya.

Terdengar begitu cengeng untuk meneteskan air mata ketika menuntaskan artikel (curhat,red) ini. Akh peduli amat, toh, menangis adalah bukti bahwa manusia punya hati. Ini bukan apa-apa karena tidak akan ada balasan yang diterima ibu saya ketika tulisan ini selesai. Setidaknya ini mengingatkan kembali betapa luar biasanya seorang ibu.

Dedicated untuk ibu terbaik di dunia, ibuku... 

Tidak ada komentar: