1 Mei 2011

Tidak Ada Revolusi di May Day

Setiap Tahunnya 1 Mei dirayakan sebagai Hari Buruh Internasional. Lahir ketika Kongres Sosialis pada tahun 1889 di Perancis yang menetapkan 1 Mei sebagai hari Buruh Internasional dan mengeluarkan resolusi:
Sebuah aksi internasional besar harus diorganisir pada satu hari tertentu dimana semua negara dan kota-kota pada waktu yang bersamaan, pada satu hari yang disepakati bersama, semua buruh menuntut agar pemerintah secara legal mengurangi jam kerja menjadi 8 jam per hari, dan melaksanakan semua hasil Kongres Buruh Internasional Perancis.
Resolusi ini mendapat sambutan luar biasa dari para buruh. Mereka mengistilahkannya dengan sebutan May Day sebagai simbol pelawanan terhadap segala bentuk penindasan terhadap kaum buruh. di beberapa negara, termasuk Indonesia, May Day ditetapkan sebagai hari libur Nasional.

Di Indonesia sendiri, peringatan May Day dapat dilaksanakan secara terang-terangan pasca tumbangnya Orde Baru. May Day sering diasosiasikan dengan komunis sehingga mustahil merayakannya pada masa Orde Baru. Barulah beberapa tahun terakhir, hari raya kaum buruh ini dapat dilaksanakan secara terang-terangan di Indonesia.

Hari buruh sering di identikkan dengan aksi/unjuk rasa massal, mulai dari buruh, petani, maupun mahasiswa. Jenis aksinya pun macam-macam, mulai dari aksi damai sampai aksi anarkis dan brutal. Jadi jangan heran kalau di Bulan April, aparat gencar-gencarnya menyusun strategi mengamankan hari buruh.

Banyak kalangan yang menganggap bahwa peringatan hari buruh merupakan bentuk perlawanan yang tersisa oleh kaum sosialis. hari buruh ini masih cenderung dilegalkan oleh pemerintah yang kapitalis sekalipun. Padahal semangat hari buruh berangkat dari upaya menghidupkan kembali komunisme yang menjamin perlawanan kaum proletar terhadap kaum borjuis. Hal ini bisa di analisa dengan teori kooptasi dan fakta (sekarang ini) bahwa hari buruh tidak akan meruntuhkan bangunan kokoh kapitalisme. 

Tuntutan utama kaum buruh adalah perbaikan nasib. Pengurangan jam kerja, kenaikan upah, jaminan sosial tenaga kerja, jaminan kesehatan, dll. Inilah sekelumit masalah yang kerap dihadapi kaum buruh dan mereka sering memperjuangkannya dengan unjuk rasa, pemogokan, dan segala bentuk penentangan terhadap pimpinan perusahaan.

Untuk menenangkan kaum buruh, banyak perusahaan yang membentuk serikat buruh sebagai mediator perjuangan kaum buruh. Seakan-akan kaum buruh punya 'saudara' yang akan membantu perjuangan mereka. Padahal ini hanya akal-akalan persahaan saja supaya kaum buruh tidak mogok ataupun unjuk rasa. Selain itu, perjuangan kaum buruh dianggap selesai ketika tuntutannya kabulkan pihak perusahaan, misalnya dengan kenaikan gaji (perbaikan taraf hidup), pengurangan jam kerja, dll. Akibatnya mereka akan tetap jadi buruh dan pemilik perusahaan masih akan terus mengendalikan perusahaan.
Kenyataan ini sangat berbeda dengan harapan Karl Marx, dimana unjuk rasa/perlawanan kaum buruh seharusnya ditujukan untuk merebut perusahaan/pabrik dari kaum borjuis (pemilik perusahaan) sehingga nantinya perusahaan akan dikendalikan langsung oleh kaum buruh. Inilah syarat terjadinya revolusi buruh.

Jika May Day tetap dimaknai sebagai hari memperjuangkan kenaikan gaji, maka buruh akan tetap jadi buruh dan pemilik perusahaan tetap langgeng dengan kekayaannya. Kapitalisme pun semakin kokoh. Kesimpulannya, tidak ada revolusi di May Day

Tidak ada komentar: