3 September 2014

Jaket Lusuh Di Balik Pintu

Beberapa jam lalu asbak masih bersih dari abu dan sisa puntung rokok. 4 jam berlalu, kini penuh lagi. Nyaris 1 bungkus rokok telah saya habiskan. Rasanya, terlalu banyak masa muda yang habis bersama pilingan tembakau. Asap berekor keluar dari mulut, tak henti, sekedar menghibur dan mengalihkan perhatian dari kecamuk. Banyak cara merayakan hidup dan itulah cara yang saya pilih.

Di ujung sendu, cahaya lampu pijar tak banyak membantu. Semburan partikel pengharum ruangan hanya mampu mengurangi sedikit aroma sumpek kamar sempit. Sementara itu, kopi yang tersisa tinggal ampas. Di luar sana, deru mesin motor melaju silih berganti. Tanda kehidupan bagi sebagian orang masih berlanjut hingga selarut ini.

Sekedar untuk diketahui, malam ini adalah malam ke 26 Ramadhan. Nyaris sama dengan keadaan 9 tahun terakhir, sebagian puasa dihabiskan di luar rumah. Kadang berdua, bertiga, atau berempat, tapi kebanyakan sahur sendirian. Mestinya, saya sudah terbiasa. Apa daya, pepatah ala bisa karena biasa tak berlaku dalam kesendirian. Sepertinya.

Perjalananku seperti labirin. Meliuk seperti gerbong, melaju di antara pegunungan. Menembus hutan kehidupan. Ada yang terang di sana. Meski lorong sunyi setia mengintip di ujung tikungan. Siap menerkamku, kapan saja. Apa pun itu, Hidup tak seperti putaran roda! Karena roda tak punya hak untuk memilih di aspal mana dia menari menggulung hari ini. Bukankah hidup adalah pilihan, bagi orang yang memilih untuk memilih. Selain soal kepantasan tentunya.

Pengalaman mengajarkan banyak hal dan sedikit kesombongan. Sayangnya, saya lebih sanggup mengingat pengalaman pahit ketimbang manis. Pahit itu menusuk, menghujam sampai meninggalkan bekas. Kita mudah lupa akan kesenangan yang baru saja berlalu. Ataukah mungkin, kita diciptakan untuk mengikat pilu[?]

Sendu di ujung malam. Matahari pagi menyeringai, tanda dia akan menguasai pagi hingga senja nanti. Alunan ghost stories-nya Coldplay memecah pagi, membelah sunyi.

Tertidur selama 2 jam

Mata merah. Saya tertidur lalu bangun dengan gelisah. Apa yang telah saya lewatkan selama 2 jam. Tidak ada. Dunia masih baik-baik saja. Seisi kamar tetap sama. Buku berhamburan, mie instan berjejer malas di atas meja. Tapi tunggu, ada pemandangan lain di daun pintu!

Jaket lusuh menggantung pasrah di balik pintu. Tampilannya terlalu mencolok di antara pakaian yang lain. Kusam, kumuh, tak terurus. Saya curiga dia menyimpan dendam pada empunya karena tak pernah dicuci. Lihat ekspresinya! Tuh kan dia benar-benar marah padaku. Saya mulai gila!

Gorontalo
26 Ramadhan 1435H

Tidak ada komentar: