28 September 2014

Kasur

Hei kamu, iya kamu! Singkirkan tubuhmu dan bangkit segera. Sudah pagi, mau jadi apa kamu. Bergegaslah, berangkat kerja...

***

Langit nyaris tak terlihat. Awan tipis berlapis menapis sinar matari. Malam siap menyergap hari, menelannya dalam gelap. Lalu. Kita berjumpa pada senja kelabu. Kau datang menenteng koper besar dengan wajah lusuh. Kau melongok lewat jendela kamar. Kau mendapatiku terlentang malas tanpa sehelai kain yang membalut tubuhku. Aku terkejut. Oh My God, kau melihatku telanjang. Tapi kenapa kau hanya menatapku datar, nanar, tanpa ekspresi. Apakah aku tidak menarik di matamu. Sungguh, kau keterlaluan. Dasar laki-laki. Eh, aku ini apa? Ah sudahlah, tak usah diperdebatkan.

Aku masih ingat jelas, saat senja sedang murung, setelah berdiskusi dengan temanmu, kau memutuskan untuk tinggal bersamaku, di kamar sempit ini. Aku tak memilihmu, kaulah yang memilihku. Hidup adalah pilihan, sedang aku tak hidup makanya aku tak punya pilihan. Apa sih...

Oh iya, aku lupa mengucapkan selamat datang padamu. Selamat datang di Gorontalo. Maaf, aku tak punya banyak kata. Lagipula, tak ada guna, toh kita berkenalan saja belum.

Namamu Kasim. aku tahu dari name tag yang kau lempar sembarang di atas tubuhku. Asalmu dari Kabupaten Bulukumba tapi kau menyebut "...dari Makassar' ketika orang menanyaimu. Ah, dasar munafik! Pantas kau tak punya wanita spesial, asal kampung saja kau tak mau jujur. Tapi apa hubungannya? Aku sendiri bingung. Lupakan saja.

Sebenarnya aku tak risih dengan berat badanmu yang nyaris satu kwintal itu. Eh, maaf 70 kg maksudku. Aku kesal padamu karena  seprei -pakaianku- nyaris tak pernah kau cuci. Satu lagi, singkirkan semua bukumu dari tubuhku, cukuplah aku menanggung berat tubuhmu.

Aku tahu kebiasaan dan sifatmu. Kau adalah lelaki penyendiri, suka bicara dan tertawa sendiri. Awalnya kupikir kamu gila. Tapi tidak, aku salah, kamu hanya melakukannya kala membaca novel. Aku sering melihatmu termenung sehabis membaca novel. Aku tak tahu betul kehidupanmu diluar sana, diluar kamar ini, diluar wilayah kekuasaanku, tapi kalau boleh aku tebak, kehidupan sosialmu biasa saja. Selain peminum kopi dan perokok berat, tak ada yang spesial dari dirimu. Camkan itu!

Boleh aku bertanya, siapa wanita yang sering menelponmu? Hehe, kalau malu tak usah kau sebut, tapi beritahu aku usai menuntaskan tulisan ini. Tapi kok, sepertinya kau menghindari perempuan itu. Kenapa? Ingat, sahabatku (ffiuhh, sahabat apaan), tak banyak wanita yang dekat denganmu, cobalah membuka diri. Ingat umur, kau sudah setengah abad lebih, ditambah dirimu pendiam dan pemalu. Susah dapat perempuan. Atau....kau masih teringat perempuan terdahulumu. Sudahlah lupakan, dia sudah hidup bahagia dengan suami dan anaknya.

Hei kawan, aku punya ide. Sedikit ekstrim, tapi aku yakin kamu suka. Bagaimana kalau membawa wanita di kamar ini, agar ada bau wanita sesekali yang tertinggal di tubuhku. Aku penasaran dengan kemampuanmu di atas ranjang, di atas kasur. Baik, baik, kau marah rupanya. Aku tidak akan menyinggungnya lagi. Tapi ideku tolong dipikirkan lagi, siapa tahu kau berubah pikiran. Iya iya, maaf, aku tidak mengatakannya lagi, sumpah!

Kau tahu, sekarang hari minggu. Hari yang kau sukai tapi aku tidak. Kau begadang di malam minggu, membaca novel sepanjang malam, sampai pagi. Tidur. Bangun telat, lalu melanjutkan bacaanmu. Kau tidak mandi, bau keringat menempel nyaris di sepanjang tubuhku. Tapi, ngomong-ngomong bau keringatmu lumayan juga, khas laki-laki.

Sesekali bangunlah pagi-pagi. Shalat. Aku tak mau ikut-ikutan masuk neraka hanya karena dianggap bersekutu denganmu. Aku tidak mau dituding sebagai biang kerok atas kemalasanmu bangun pagi.

Senin di ujung fajar. Cepat tidur, tak usah baca novel sampai larut supaya kau bisa bangun pagi. Shalat subuh. Jangan lupa, rapikan aku sebelum dirimu berangkat kerja...

***

Aku titip catatan ini di notepad notebookmu. Jangan lupa posting di blogmu, jika sempat...

Salam,
Kasur


Gorontalo, 21 September 2014

Tidak ada komentar: