Si ibu tampak kusut. Rambutnya terurai tak tertata. Di hadapannya terhampar mainan yang warnanya sama sekali tak menarik. Sepertinya untuk dijual. Aku melewatinya pelan, melirik tapi tak berhenti. Dalam perjalanan, motor yang biasanya kupacu dengan kecepatan tinggi sengaja aku undur ke 30 km/jam. Pemandangan barusan menghantuiku.
Di atas motor, aku menitikan air mata. Mungkin terharu dengan adegan yang baru saja kulewati. Betapa hidup tak gampang bagi sebagian orang. Berapa banyak ibu yang mesti mengais rejeki di trotoar sambil menidurkan anaknya. Aku terharu betapa beruntungnya aku yang disekolahkan sampai bisa hidup berkecukupan. Ibuku tak kenal ingar bingar hidup. Dia tak membutuhkannya. Yang beliau inginkan, anaknya bisa sekolah, bekerja, lalu hidup mapan. Ah...terlalu berat untuk dilanjutkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar