2 Januari 2015

Pagi Di Teras Kost

Ibarat pelaut, saya baru saja menaiki perahu besar dengan kaki gemetar. Pengalaman belumlah pantas untuk diceritakan kepada orang lain sebagai sebuah kebanggaan. Kaki saja masih gemetar, mata tak lihai menyigi kompas, apalagi tangan yang tak tahu meraba peta. Saya sedang menapaki dunia yang begitu serius, dunia dimana tertawa di depan orang adalah hal yang tabu. Sedang saya berasal dari dunia antah berantah, sama sekali tak serius, tak ada beban apalagi tekanan. Dunia seenaknya, dunia yang hanya dihadapi jika mau, yang bisa ditinggalkan semudah menghabiskan kopi pagi.

Pandangan saya tertuju pada sebatang nyiur yang melambai indah mengikuti gerak angin. Sepertinya dia sedang menikmati pagi yang romantis bersama angin. Bergoyang seiring laju angin. Sejenak saya iri dengan kehidupan yang dia punya. Hanya perlu berdiri tegak, menari bersama angin setiap hari, sesekali menadah bulir air hujan. Tak perlu menyisir rambut, tak perlu bangun pagi untuk pergi ke kantor, dan tak perlu duduk kesepian seperti yang saya alami saat ini.

Pernah saya membayangkan hidup sederhana. Bangun pagi, menyeduh kopi, menghabiskan beberapa batang rokok sambil berselonjor malas di beranda rumah. Tak ada derit kasar alarm yang memaksaku terjaga tiap pagi, melainkan perempuan mungil yang membangunkanku, membelaiku sampai terjaga dari percintaan sepanjang malam. Sampai saya tersadar, dunia tersebut mungkin hanya ada dalam lamunan, khalayan yang tak akan terwujud.

Sekarang, tanggal 3 Januari 2015. Saya menua, nyaris karatan. Hujan baru saja mengaduk debu jalanan menjadi lumpur. Tak jauh, deru traktor memecah kebisuan pagi. Membuyarkan segala khayalan. Laju waktu tak dapat ditahan, garis datar tepat di dahi semakin tegas. Saya menua. Betul-betul menua, merenta.

Di teras kost tempat saya berdiri, tanpa kopi, hanya buku yang tak kunjung usai dibaca. Saya telah melalui kekalahan yang indah. Bekerja, merantau agar terlihat normal seperti kehidupan banyak orang. Tahun berganti, terus berganti, lalu saya lupa berkembang biak. Dan lapuk, membusuk.

Pagi mendadak hancur ketika short message muncul dari balik layar Iphone bututku, "Nikmati masa muda ta, tapi jangan ki lupa, ibu ta hanya manusia biasa yang ingin menimang cucu di hari tuanya. Cuma mengingatkan"
Saya tertegun. Lalu mati...

Tidak ada komentar: