Sore itu duduk menunggu giliran di tukang cukur langganan. Pangkas rambut khas Madura yang letaknya tak jauh dari rumah.
Tak lama menunggu, giliran saya tiba. Dia menanyakan rambut dipotong seperti biasa atau ada permintaan khusus. Pangkas seperti biasa, pinta saya.
Seperti biasa, karena sudah cukup akrab dia memulai pembicaraan random seperti langganan lain sambil menjalankan tugasnya. Katanya dia baru saja pulang kampung di Madura bersama anak dan istrinya dengan menghabiskan uang yang ditabungnya selama beberapa bulan terakhir. Alhamdulillah, kata saya, karena tidak banyak perantau yang bisa rutin pulang kampung berkumpul dengan sanak saudara.
Awalnya dia mengutarakan keinginannya untuk membeli ruko kecil untuk dijadikan tempat usaha. Tempat pangkas rambut, tentu saja. Selama ini dia menjalankan usahanya dengan berpindah-pindah lokasi karena ruko yang dikontrak masanya selesai. Menurut pengalamannya, pemilik ruko akan menaikkan harga setelah beberapa tahun. Masalahnya, dia harus memulai lagi dari awal untuk mencari langganan tetap kalau pindah di lokasi yang baru. Kondisi ini seperti siklus yang tak kunjung berakhir selama bertahun-tahun sejak dia mencari peruntungan di rantau.
Dia rutin menabung, tetapi tabungannya tak pernah cukup untuk sekedar membayar uang muka ruko. Selalu habis tiap kali pulang kampung. Begitu kondisinya setiap tahun.
Tibalah saat saya menyampaikan pandangan tentang menabung. Rugi menabung karena nilai uang akan tergerus inflasi dibanding bunga yang ditawarkan oleh bank. Lebih bagus dialihkan ke aset investasi seperti reksadana (dia tidak mengerti tentang reksadana) atau emas batangan yang bisa dibeli di Pegadaian.
Tapi kunci awal adalah jangan ada utang atau cicilan. Saya tidak anti praktik riba, tetapi sedapat mungkin dihindari. Faktor utama kegagalan membangun pondasi keuangan adalah cicilan. Alhamdulillah, saya melunasi cicilan di bank pada akhir 2018 dan tidak berniat lagi berutang. Saat ini saya fokus menguatkan pondasi keuangan dan menumbuhkan passive income dari instrumen investasi seperti reksadana, emas, dan saham.
Jadi kalau tujuannya mau beli ruko maka sebaiknya fokus di investasi emas batangan dan hindari cicilan konsumtif. Jangan taruh di tabungan biasa karena kita gampang tergoda menggunakan uang di luar tujuan awal.
Lalu, ceramah dimulai, haha.
Usut punya usut, dia punya beberapa cicilan konsumtif. Alasannya, sukar memiliki sesuatu tanpa kredit. Tak kuat menunggu dan bersabar, jadi mending nyicil supaya hasilnya kelihatan berupa benda (entah motor, ponsel, atau lainnya). Ceramahnya menyinggung kemana-mana yang intinya ingin membenarkan apa yang telah dilakukannya selama ini. Saya coba mendebat dengan hati-hati. Hasilnya nihil sepertinya.
Saya berhenti mendebat. Dalam hati, ngapain mengeluh ke saya. Hikmahnya adalah banyak kita memiliki pandangan berbeda dan itu wajar. Terkadang kita mengeluh bukan untuk menerima masukan tetapi hanya ingin validasi dan pembenaran dari orang lain.
Tak terasa, dia menuntaskan tugasnya dengan baik. Saya memberikan haknya seperti biasa. Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar