31 Mei 2011

Membumikan Nilai Luhur Pancasila

17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya sebagai klimaks atas perjuangan para pahlawan dalam merebut kekuasaan dari penjajah. Sebelumnya telah dibentuk berbagai tim untuk merumuskan bentuk dan falsafah (nilai dasar) Bangsa Indonesia. Hasilnya, lahirlah Pancasila yang terdiri dari lima nilai dasar (falsafah) dalam membangun negara Indonesia.

Tepatnya 1 Juni 1945, Pancasila disepakati sebagai dasar negara Indonesia. 66 tahun sejak kelahirannya, Pancasila seakan berjuang sendiri di tengah wabah globalisasi. Eksistensinya yang mengandung nilai luhur kian tergerus dan mengundang pertanyaan dasar, masihkah kita membutuhkan pancasila sebagai dasar bernegara? Pertanyaan konyol ini menemukan titik relevansinya dibalik realitas kekinian bangsa Indonesia. Maraknya radikalisme, disintegrasi bangsa, demokrasi artifisial yang tidak substansial, politik pragmatis, dan serangan budaya hedonism yang kian sulit terbendung. Hanya sebagian kecil yang saya sebutkan, masih banyak poin penting yang mempertanyakan kesakralan pancasila sebagai faslafah (nilai dasar) berbangsa Indonesia.

Ir. Soekarno sebagai presiden pertama Bangsa Indonesia pernah mengkristalkan nilai pancasila sebagai pembakar semangat dalam melawan rongrongan Belanda dan sekutunya yang ingin menguasai kembali bumi pertiwi. Di Zaman orde lama, rakyat Indonesia seakan punya satu tujuan bersama yang terinternalisasi dalam diri mereka. Orde baru yang menggantikan posisi orde lama merumuskan Pancasila melalui penataran P4 (Pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila). Walaupun terkesan dipelintir dan diformalkan, nilai luhur Pancasila masih mampu dihayati dengan baik. Ditumbangkannya orde baru oleh reformasi membuka harapan besar rakyat terhadap Bangsa Indonesia. Sayang, pascareformasi kita lebih disibukkan pragmatisme politik dan demokrasi artifisial yang tidak menyentuh masyarakat secara substansi.

Politik, demokrasi, ekonomi dikuasai kelompok tertentu yang menengok rakyat 5 tahun sekali melalui arena pemilihan umum. Rakyat dipaksa untuk memilih para artis dadakan yang teraktualisasi sebagai politikus. Imbasnya, elit politik hanya sibuk dengan intrik mencari kekuasaan dan tanpa malu memamerkan moral buruk. Korupsi, suap, gratifikasi, plesiran ke luar negeri, sampai politikus sensasional dalam wajah seks dan pornografi. Tidak hanya politikus, rakyat pun semakin akrab dengan budaya yang tidak dikenalinya sendiri. Hedonisme, budaya keren, serta konsumerisme menjadi penyakit yang justru melenakan. Pusaran neo-liberalisme ikut membawa rakyat ke arus yang jauh dari nilai luhur Pancasila. Inilah sekelumit masalah yang menandakan lemahnya, bahkan hilangnya nilai luhur pancasila sebagai Ideologi bangsa. Kita tidak perlu beretorika atau menyangkal kenyataan memilukan ini karena jelas tercermin pada realitas hidup keseharian.
 
Apakah Pancasila sudah tidak relevan lagi? Yah, kita pantas bertanya. Tapi kita harus mundur ke belakang dan melihat sejarah Pancasila itu sendiri. Diawal perumusannya pancasila membawa semangat luhur yang menjadi modal kuat membangun bangsa Indonesia. Nilai ketuhanan, toleransi beragama, manusia yang beradab, musyawarah, kerukunan, gotong royong, dan keadilan adalah beberapa tawaran luhur Pancasila.  Menurut penulis, modal ini sudah lebih dari cukup untuk membangun bangsa yang ber'identitas', mencetak pemimpin berkarakter kuat, serta politikus merakyat yang tidak hanya melulu berburu kekuasaan. Jadi sebenarnya, bukan salah pancasila kalau bangsa ini kian carut marut, lebih kepada individu yang tidak memahami dan menginternalisasikan nilai luhur pancasila.

Solusi konkret yang mesti dilakukan adalah mengaktualisasikan kembali nilai pancasila. Sehingga senantiasa menjadi spirit dalam berbangsa dan bernegara. Solusi ini tidak hanya berlaku pada politikus, pemimpin, dan kalangan tertentu, tapi segenap lapisan masyarakat harus bisa menginternalisasikan nilai luhur tersebut. Tidak sampai disitu, menjaga spirit pancasila juga sedemikian pentingnya, mengingat masalah selama ini adalah karena banyak kita 'lupa' lalu mengabaikan nilai-nilai tersebut. Akhirnya, kita semua memiliki mimpi bersama untuk Indonesia maju, menjaga nilai luhur pancasila, dan menyadarkan kita bahwa Indonesia adalah milik bersama sebagai warisan luhur pahlawan bangsa.

Sesuai yang diamanatkan UUD 1945, pemerintah harus proaktif dan punya political will dalam upaya mereaktualisasikan nilai luhur Pancasila. Sepertinya konsep orde baru membumikan pancasila cukup bagus yaitu, penataran P4. Ini hanya contoh, bentuknya bisa diubah sehingga tidak terkesan pada pengkerdilan nilai dan mesti jauh dari kepentingan rezim berkuasa. stakeholder lain seperti institusi pendidikan, keagamaan, dan  institusi terkait lainnya perlu berperan dalam membangun dan membumikan pancasila. Menyambut ulang tahun Pancasila yang ke-66, marilah kita merefleksikan kembali nilai luhur pancasila, menangkap nilai, mengikat makna kemudian mengatualisasikan dalam keseharian.

25 Mei 2011

Pluralisme dan Cak Nur

Pluralisme sebagai paham yang meyakini bahwa semua agama benar, asalkan percaya kepada Tuhan dan Hari Kemudian serta berbuat baik nicscaya semuanya akan selamat. Mereka yang mengaku 'cendekiawan tercerahkan' sering menggembor-gemborkan paham ini. Menurut mereka, paham ini merupakan jawaban atas pluralitas (kemajemukan) yang mengharuskan penafsiran kembali nilai dan makna ajaran agama. Di indonesia sendiri, sebut saja Nurcholish Madjid. Beliau adalah cendekiawan terkemuka Indonesia yang menganut paham pluralisme ini. Dalam bukunya Islam Doktrin dan Perdaban, beliau menerankan:

...Bahkan Al-Quran juga mengisyaratkan bahwa para penganut berbagai agama akan selamat asalkan percaya pada Tuhan, Hari Kemudian, dan berbuat baik. Untuk menguatkan argumentasinya, Cak Nur (Nurcholish Madjid, red) mengambil beberapa ayat, di antaranya Q.S.Al-Baqarah:62, Q.S. Al-Maidah:16) yang berisi dasar toleransi agama yang menjadi ciri sejati Islam dan sejarah otentiknya.

Tidak hanya itu, Q.S As-Syura:15 juga dijadikannya pembenaran terhadap paham pluralisme. Bahwa pluralisme agama tidak hanya mencakup agama samawi (Islam, Kristen, Yahudi) saja, melainkan Majusi dan zoroasterian juga harus diperlakukan sebagai Ahli Kitab, sehingga mereka termasuk orang-orang yang selamat dari siksaan Allah SWT. Bahkan agama-agama Ardhi (Budha, Hindu, Konghucu, dll) juga dibenarkan karena ajaran mereka di dasarkan pada tauhid (Ketuhanan yang Mahaesa). Di bagian lain bukunya (Islam Doktrin dan Peradaban,red), Penafsiran Cak Nur tehadap ayat tersebut di atas, bahwa firman Allah itu ditrunkan untuk menegaskan bahwa siapa pun dapat memperolah 'keselamatan' (salvation), asalkan dia beriman kepada Allah, kepada Hari Kemudian (ma'ad), dan berbuat baik tanpa memandang asal kaum itu.Seperti yang beliau ungkapkan sendiri, penafsiran atas beberapa ayat Al-Quran tersebut di atas masih menjadi perdebatan sampai sekarang sehingga tidak menutup kemungkinan ada penafsiran lain yang lebih relevan.

Penafsiran atas pluralisme ini sendiri banyak didasarkan pada masa lampau (salaf) Islam itu sendiri, dimana pada saat itu (Jazirah Arab,red) Islam khususnya di Madinah hidup berdampingan secara damai dengan pemeluk agama lain seperti Kristen, Yahudi, dan majusi. Nabi sendiri ketika Islam telah berkuasa tetap melindungi hak-hak pemeluk agama tersebut. Setelah Nabi wafat, tonggak kepemimpinan diambil alih oleh khulafaurasyidin yang nantinya dilanjutkan oleh beberapa dinasti. Pada masa ini Islam melakukan ekspansi sampai pada kekuasaan Romawi dan terus berlanjut sampai Eropa. Masa kekuasaan ini berlangsung selama kurang lebih 7 sampai 8 abad (pendapat lain, 6 abad). Perlu digaris bawahi, penaklukan yang dilakukan bukan karena ambisi kekuasaan tapi lebih kepada pembebasan dari tiranik (Romawi,red). Uniknya, tidak ada Islamisasi (peng-islaman) secara paksa pada daerah taklukan sehingga pemeluk agama lain tetap menjalankan agamanya walaupun berada di bawah kekuasaan Islam.

Menarik untuk melihat pembahasan Cak Nur. Sikap dan pandangannya yang terbuka, toleran, tenggang rasa, dan pluralistik banyak berdampak pada kontroversi. Di Indonesia sendiri banyak yang membanggakan beliau sebagai tokoh Islam modern ideal, tapi tidak sedikit pula cercaan dialamatkan pada beliau terutama pandangannya terhadap pluralisme agama. Tanpa bermaksud membela, keterbukaan Cak Nur patut diacungi jempol. Semangat yang beliau bawa mengarahkan kita ke pemikiran bahwa dengan berlandaskan agama kita bisa membangun masyarakat yang beradab, tentram, dan berkeadilan.

21 Mei 2011

Makna Syukur yang Sesungguhnya

Banyak sekali ayat dalam Al-Quran yang menganjurkan agar manusia bersyukur. Anjuran ini tidak hanya secara eksplisit dijelaskan dalam Al-Quran, namun juga secara implisit. Begitu juga melalui sabda Rasul, beliau selalu memerintahkan agar hamba Allah senantiasa bersyukur atas nikmat yang mereka peroleh. Dalam perjalanannya, banyak yang memahami makna syukur sebagai ucapan terima kasih kita kepada Tuhan. Sehingga sangat lumrah dijumpai ketika seseorang memperoleh nikmat, langsung mengucapkan Alhamdulillah sebagai ungkapan terima kasih kepada yang Mahamemberi. Sejumlah pertanyaan muncul, di antaranya: Apakah ucapan Alhamdulillah cukup untuk mengungkapkan rasa syukur kita atau ada makna lain dari syukur yang belum banyak diketahui?

Di sela-sela pembahasan Epistemologi Islam, Murtadha Muthahhari dalam Buku Pengantar Epistemologi Islam menyisipkan pembahasan tentang makna syukur. Dalam kaitannya dengan epistemologi beliau mengutip salah satu ayat dalam surah An-Nahl;
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (Q.S An-Nahl:78)
Potongan ayat Agar kamu bersyukur dalam hal ini sangat penting: Selayaknya kalian bersyukur dan berterima kasih atas nikmat yang dilimpahkan oleh Allah Swt. Apa maksudnya? Apakah dengan mengucapkan: "Alhamdulillah, aku bersyukur atas nikmat telinga, mata, dan hati yang Engkau berikan". Tidak demikian. Menurut Muthahhari, penting untuk mengetahui arti kata Syukur. Dalam Bahasa Arab, kata syukr memiliki arti taqdir (penghargaan). Bersyukur artinya menghargai. Oleh karena itu maka Allah disebut Syakur (Mahamenghargai). Apakah Allah menyatakan kepada hamba-Nya:"Aku bersukur kepada kalian?" Tentu tidak. Allah bersyukur dan menghargai, maka Dia,
Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik (Q.S At-Taubah:120)
Allah menghargai setiap perbuatan baik dan sama sekali tidak menyamakannya dengan kejahatan. Perbuatan baik akan dinilai dan dihargai oleh Allah. Oleh karena itu Allah disebut dengan Syakur.

Lantas apa yang dimaksud dengan seorang hamba yang bersyukur? Yaitu hamba yang memperoleh kenikmatan dan menghargai kenikmatan itu. Menggunakan kenikmatan sesuai dengan tujuan Allah menciptakannya adalah makna dari menghargai kenikmatan. Mensyukuri tangan buka hanya dengan mengatakan: "Ya Allah, aku bersyukur atas tangan yang Engkau berikan padaku". ini hanya ungkapan rasa syukur, bukan berarti telah bersyukur

Muthahhari melanjutkan dan memberikan penjelasan yang sangat menarik. Beliau menegaskan, bersyukur adalah bergerak, beramal dan mempergunakan kenikmatan sesuai dengan tujuan diciptakannya kenikmatan itu. Untuk apa Allah menciptakan tangan? Menciptakan mata? Menciptakan otak? Bersyukur adalah menggunakan semua kenikmatan tesebut pada jalurnya masing-masing.

Itulah makna syukur yang seharusnya kita pahami dan jalankan dalam kehidupan karena sebaik-baik hamba adalah memperoleh kenikmatan kemudian mensyukurinya. semoga bermanfaat [...]

16 Mei 2011

Amal saleh Tanpa Iman

Pembahasan ini merupakan lanjutan dari pembahasan tentang perbuatan baik non muslim bagian pertama. Anda yang ingin mengikuti pembahasan ini sangat diharapkan untuk membaca terlebih dahulu artikel tersebut agar pemahaman anda bisa runut, selain untuk menghindari kesimpangsiuran pemahaman. Jika sebelumnya kita mengajukan beberapa permasalahan tentang bagaimana nasib perbuatan baik seseorang lantas dia tidak mengikuti tuntunan agama yang benar, kali ini kita akan melihat bagaimana posisi amal saleh seseorang yang tidak beriman serta beberapa pendapat golongan mengenai persoalan ini.

Sekiranya ada seseorang yang berbuat baik tanpa memeluk agama yang benar, lantas perbuatan tersebut dianggap benar menurut agama yang sahih (benar)? Misalnya, menolong orang lain dianggap sebagai perbuatan baik menurut agama yang sahih. Begitu juga dengan bantuan sosial, membela kaum tertindas, dll yang dianggap sebagai perbuatan baik. Seandainya non-muslim melakukan hal-hal tersebut apakah pahalanya diterima atau tidak? Sebelum membahas persoalan ini, kiranya perlu kita ketahui pandangan beberapa golongan mengenai persoalan ini.

Sebenarnya ada dua kelompok yang berseberangan mengenai persoalan di atas, kelompok pertama yang sering mengklaim diri sebagai kaum tercerahkan berpendapat bahwa semua perbuatan baik akan diterima Allah swt, baik muslim maupun non-muslim. Menurut mereka, Allah Mahaadil sehingga Dia tidak akan mengistimewakan hamba-Nya. Allah swt. tidak akan menyia-nyiakan perbuatan baik hamba-Nya, siapa pun itu. Untuk memperkuat gagasan mereka, kaum tercerahkan mengajukan dua dalil, dalil rasional dan dalil naqli (Al-Quran dan sunnah). Dalil rasional berpijak pada pandangan bahwa hubungan Allah dengan segala wujudnya adalah setara. Karena hubungan Allah sama dengan semua makhluknya, maka setiap perbuatan baik dari makhluk-Nya akan diterima. Seperti diketahui, Allah mahaadil dan keadilan tersebut mengharuskan semua perbuatan baik diterima oleh-Nya. Premis kedua adalah perbuatan baik dan buruk itu bersifat esensi, realitas yang faktual (nyata). Allah melarang jika perbuatan tersebut memang buruk dan memerintahkan setiap perbuatan baik jika toh perbuatan tersebut memang baik adanya. Jadi, perintah Allah itu pada dasarnya mengikuti pola baik-buruknya perbuatan. Kesimpulan yang bisa ditarik adalah Allah mahaadil dan akan memberi pahala kepada setiap perbuatan baik. Dengan alasan yang sama, tidak ada perbedaan antara semua pelaku dosa, karena semuanya akan disiksa. Dalil naqli yang diajukan oleh kaum tercerahkan diantaranya, (Q.S. Al-baqarah:80-81), (Q.S. Ali Imran:24-25), (Q.S. Al-baqarah:111-112), (Q.S. Al-nisa:123-124), (Q.S. Al-zalzalah:7-8).

Selanjutnya, golongan kedua yang dikenal dengan kelompok ekstrim berpandangan bahwa siapa pun yang tidak beriman kepada Allah dan tidak mengikuti agama yang benar akan mendapat siksa dan amalnya tidak akan diterima Allah swt. Pandangan ini sangat kontras dengan kelompok pertama yang begitu longgar dalam melihat perbuatan baik semua orang. Menurut golongan ini, perbuatan baik non-muslim niscaya ditolak. seperti kaum tercerahkan, mereka juga mengajukan dua dalil, rasional dan naqli. Dalil rasional mereka yaitu, sekiranya perbuatan baik muslim dan non-muslim diterima, lantas apa pengaruh diturunkannya agama Islam dalam hal ini. Tidak mungkin Tuhan menurunkan Islam, sedangkan memeluk dan ingkar terhadapnya sama saja. Sedang dalil naqli yang mereka ajukan adalah (Q.S. Ibrahim:18) dan (Q.S. Al-nur:39-40).

Jika demikian adanya, lantas kelompok mana yang akan kita ikuti. Apakah kelompok pertama atau yang kedua. Mungkinkah ada alternatif ketiga? Untuk memulai diskusi ini kita akan melihat seperti apa nilai iman dan bagaimana kaitannya dengan perbuatan baik serta ganjaran atas iman itu sendiri. Apakah tidak adanya keimanan dalam diri seseorang terhadap prinsip-prinsip agama akan mendapat siksa Tuhan? Ataukah mereka akan dimaafkan dan tidak disiksa? Apakah syarat diterimanya perbuatan baik adalah iman? Apakah kekafiran akan menghapus semua perbuatan baik seseorang dan perbuatan baiknya tidak akan dihitung dalam perhitungan Tuhan?

Pembahasan ini akan kita tinjau dengan melihat beberapa pembahasan awal. Saya tidak ingin melangkahi beberapa pembahasan penting sehingga semuanya bisa menjadi jelas. Oleh karena itu, untuk pembahasan awal yang saya maksudkan akan kita bahas di artikel selanjutnya. Adapun yang akan kita bahas pada artikel selanjutnya adalah pertanggungjawaban atas kekafiran, tingkat ketundukan, dan Islam faktual dan Islam geografis. Insyaallah kita akan menemukan satu kesimpulan penting setelah membahas tiga poin tersebut.

Wallahu a'lam bishawab...


*) sebagian besar isi artikel ini saya kutip dari buku Keadilan ilahi karya Murtadha Mutahhari.
 

14 Mei 2011

Disclaimer

Tidak ada orang yang mau berurusan dengan pengadilan hanya karena tulisan/artikel konyol di blog. Di meja hijaukan karena blog mungkin suatu pengalaman langka, tapi tetap saja kita tidak menginginkannya. Sebagai langkah antisipasi, terkait dengan website metamorfosa, saya akan mengajukan disclaimer sebagai berikut:
  1. Seluruh tulisan/artikel di metamorfosa adalah tanggungjawab saya dan Semata-mata adalah opini/pendapat pribadi yang isinya mungkin saja tidak seimbang, tidak ilmiah, tidak valid, bias, dan tidak adil. Bagaimana pun usaha untuk meng-ilmiah-kan konten blog ini akan tetap saya lakukan. Sangat diharapkan kedewasaan anda dalam menyikapi konten blog ini.
  2. Tujuan saya menulis di blog semata-mata untuk penyebarluasan pengetahuan.  Tidak ada niat/tujuan untuk memojokkan/mendiskreditkan siapa pun termasuk organisasi, agama/mahzab, instansi, dan pribadi baik yang berkaitan langsung maupun tidak dengan saya. Sekali lagi, sangat diharapkan kedewasaan anda menyikap konten blog ini.
  3. Artikel yang saya tulis di metamorfosa banyak mengandung kutipan dari buku, jurnal, website lain, dan artikel populer lainnya. Isi kutipan di luar tanggungjawab saya, silahkan langsung ke sumber kutipan jika anda berkepentingan.
  4. Saya tidak bertanggungjawab atas Tautan, komentar, dan link website lain yang muncul di metamorfosa. Silahkan validasi langsung ke sumbernya.
  5. Tampilan di blog ini apa adanya dan bisa diakses siapa saja termasuk kiriman komentar oleh anonim, jadi sangat diharapkan anda memperlakukan dengan penuh etika blog ini.
  6. Jika anda mengutip sebagian/seluruh isi blog, wajib mencantumkan sumber tulisan/artikel. Silahkan mengutip/menyalin isi blog ini jika anda berminat dan bukan untuk tujuan komersil tapi tetap mencantumkan metamorfosa sebagai sumber.
  7. Walaupun ini adalah blog pribadi, namun isi/content memiliki perlindungan hak cipta. Saya berhak menggugat atas nama hukum jika anda berlaku seenaknya dan tidak tidak menghargai kami.
Semoga bisa dipahami. Terima kasih atas perhatian anda...

11 Mei 2011

Pengantar; Perbuatan Baik Non-muslim

Saya sangat tertarik dengan pembahasan Murtadha muthahhari tentang perbuatan baik non-muslim pada bagian akhir karyanya, Keadilan Ilahi. Beliau memaparkan berbagai aspek keberatan yang sering muncul terkait dengan topik tersebut di atas. Tentunya topik ini berkaitan erat dengan tema keadilan ilahi, dimana muncul pertanyaan yang mendasar, apakah perbauatan baik non-muslim diterima Allah Swt. atau tidak?

Dalam tulisan ini, saya akan mencoba mengulas topik di atas secara singkat. Sebisa mungkin pembahasannya menjadi lebih ringan sehingga mudah dimengerti oleh orang awam, termasuk saya sendiri. Karena ulasan beliau (Murtadha Muthahhari,red) sangat panjang dan luas, maka tulisan ini akan saya bagi menjadi beberapa rangkaian menjadi topik-topik yang lebih sempit supaya mudah dicerna. Kemungkinan ulasan saya akan didapati banyak kekurangan. Jadi, anda yang ingin pembahasan yang lebih jelas dan lengkap, disarankan untuk memiliki buku Keadilan Ilahi karya Murtadha Muthahhari (banyak tersedia di toko buku rausyanfikr).

Untuk memulai diskusi, ada pertanyaan menarik yang pernah dilontarkan seorang pemuda: apakah para penemu dan pencipta besar-non muslim- akan masuk neraka? jika iya, Rene Descartes,Thomas Alva Edison, Louis Pasteur, Isaac Newton, Albert Einsten, dan sederet penemu/pencipta lainnya akan terpanggang di api neraka walaupun jasa mereka tidak diragukan lagi bagi kemajuan peradaban manusia.

Pertanyaan lain yang menarik dan mengundang banyak perebatan, Bunda Theresa yang merawat penderita lepra (kusta) di India-tanpa melihat dari niatnya- dengan penuh kasih sayang. Dimana saat itu sangat sulit untuk mencari orang yang mau merawat penderita kusta, tapi Bunda Theresa datang memikul tanggungjawab untuk merawat orang-orang yang diasinkan, bahkan oleh ayah dan ibunya sendiri.

Perlu saya tekankan, pertama: kita tidak akan memastikan apakah seseorang masuk surga atau tidak karena yang Mahatahu tempat kembalinya seseorang adalah Allah swt. Kedua: kita tidak bisa mengetahui secara pasti beberapa hal: hakikat pemikiran dan keyakinan mereka (non muslim,red)? Nat-niat sejatinya? Watak spiritual mereka? Bagaimana kehidupan mereka yang sebenarnya? Selain pengabdian dan jasa-jasa mereka, kita tidak tahu banyak tentang dirinya.

Pernah suatu hari, seorang alim- sahabat baik Rasulullah- meninggal dunia. Istri si alim tiba-tiba berkata,"Selamat, engkau telah mendapatkan surga!"  Rasulullah terperanjat dan menegur wanita tersebut, "dari mana engkau tahu? Mengapa engkau menetapkan sesuatu tanpa ilmu? Apakah engkau telah diberi wahyu? Apakah engkau tahu secara pasti perhitungan Allah?" Wanita tersebut menjawab,"Wahai rasul, bukankah dia adalah sahabat tuan, selalu bersama tuan, dan berperang bersama tuan?" Rasulullah menjawab dengan dengan kalimat yang menakjubkan dan patut kita renungkan, "sesungguhnya aku rasulullah, tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku." Ungkapan tersebut juga berkaitan dengan ayat:
Katakanlah: "aku bukan Rasul yang pertama di antara Rasul, dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku..."(Q.S. Al-Ahqaf: 9)

Dari uraian di atas, hikmah yang bisa ditarik adalah: hanya Allah Swt. yang tahu tempat kembalinya seseorang, bahkan non muslim sekalipun. Sungguh mengherankan jika ada orang muslim yang menyebut non muslim pasti ditempatkan di neraka kelak. Menentukan kedudukan sesorang bukanlah urusan kita, dan semuanya harus dikembalikan kepada Allah Swt. sebab, pengetahuan sebenarnya semata-mata hanya milik Allah.

Selanjutnya kita akan memastikan bahwa agama yang diterima hanya satu. Jelas bahwa setiap zaman hanya akan diterima satu agama dan seluruh manusia harus mengikuti agama tersebut. Dalam konteks Islam sebagai agama terakhir, maka agama yang diterima hanyalah Islam saja. Persoalan ini tidak akan kita diskusikan lagi, namun diskusi kita akan berkutat pada persoalan seseorang yang berperilaku sesuai dengan tuntunan agama yang benar sedangkan dia tidak mengikuti agama tersebut (Islam,red)

Sebagai pengantar diskusi kita, saya cukupkan sampai di sini. Di pembahasan selanjutnya saya akan mengulas tentang Apakah diterima suatu amal saleh tanpa iman. Teman-teman yang ingin berbagi ilmu, silahkan berkomentar.

*) Artikel ini saya kutip dengan beberapa perbaikan dari Buku Keadilan Ilahi karya Murtadha Muthahhari.


9 Mei 2011

Dedicated untuk Ibu Terbaik Di Dunia, Ibuku

Beberapa hari terakhir bertebaran artikel, dan puisi tentang hari ibu. Blogger ramai ramai memposting sebagai ungkapan rasa terima kasih terhadap sosok ibu. Setiap orang punya cara tersendiri dalam memaknai kesakralan hari ibu. Kalau mau jujur, saya tidak benar-benar tahu kapan sebenarnya hari ibu. Banyaknya artikel tentang hari ibu di bulan ini, khususnya pekan ke-2 Mei, cukup menggoda saya untuk ikut nimbrung.

Saya tahu betul bahwa artikel, puisi sebaik apapun itu tidak akan menjadi balasan/ungkapan yang cukup untuk mengenang kembali jasa-jasa ibu. Mereka adalah wanita hebat yang melahirkan kita. Pengorbanan dan kasih sayangnya tak terbayangkan besarnya pada kita semua. Bahkan ketika saya menuliskan artikel ini, toh tidak lepas dari peran ibu saya.

Menilik kembali perjalanan saya, 23 tahun yang lalu saya dilahirkan di sebuah desa kecil di Ujung Sulawesi Selatan. Beranjak remaja di tempat yang sama hingga lulus MTs, saya melanjutkan pendidikan SMA di kota Bulukumba. Orang tua, khususnya ayah, mempunyai tekad kuat untuk menyekolahkan sampai jenjang terkahir pendidikan formal karena prestasi yang saya tunjukkan cukup menjaanjikan. Sayangnya, beliau tidak dapat lagi melihat hasil Ujian kenaikan kelas saya di tahun ketiga SMA karena Allah Swt. lebih dahulu memanggilnya. Otomatis tumpuan hilang, terutama biaya untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas.

Saya cukup terpukul. Untungnya ibu saya mengambil peran ayah. Profesi sebagai ibu rumah tangga dialihkan menjadi petani menggantikan posisi ayah saya. Sampai saya menginjakkan kaki di Universitas, beliau adalah pembakar semangat yang tidak pernah padam. Himpitan ekonomi bertumpu di pundaknya yang mulai renta termakan usia.

Ibu saya bukanlah ibu modern seperti kebanyakan teman sekampus. Beliau tidak pernah menginjakkan kainya di pendidikan formal. terang saja, beliau tidak mampu menyebutkan apalagi membaca satu huruf pun. Sedikitpun beliau tidak mengerti tetek bengek pendidikan. Beliau hanya punya semangat dan sedikit tenaga untuk dipaksa bekerja demi kelanjutan pendidikan saya.

Terdengar begitu cengeng untuk meneteskan air mata ketika menuntaskan artikel (curhat,red) ini. Akh peduli amat, toh, menangis adalah bukti bahwa manusia punya hati. Ini bukan apa-apa karena tidak akan ada balasan yang diterima ibu saya ketika tulisan ini selesai. Setidaknya ini mengingatkan kembali betapa luar biasanya seorang ibu.

Dedicated untuk ibu terbaik di dunia, ibuku... 

Marx, Agama Bukan Candu!

Menilik kembali sejarah kelahiran sosialisme sebagai salah satu mainstream ideologi modern tidak bisa dilepaskan dari dua kejadian penting, yaitu revolusi Prancis tahun 1789 dan revolusi industri Inggris. Dimana diketahui bahwa term sosialis muncul pertama kalinya dari kejadian tersebut. Semangat awal yang terbangun dari gerakan sosialisme ini adalah upaya kaum minoritas (buruh) dalam memperoleh hak-haknya yang banyak dieskploitasi oleh kaum kapitalis pada saat itu.

Sejalan dengan itu, muncullah tokoh terpenting dalam sosialisme, Karl marx (1818-1883). Di tangannya lahirlah sosialisme ilmiah (marxisme) yang tumbuh dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat. Sebenarnya istilah 'Marxisme' merupakan pembakuan dari tokoh-tokoh sosialis yang lain seperti F. Engels, dkk. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan teori karl marx sehingga cocok untuk kaum buruh.

Walaupun keduanya adalah anak kandung materialisme, kapitalisme dan marxisme mempertontonkan pandangan yang sangat berbeda. Hal ini dapat dipahami mengingat kelahiran sosialisme (marxisme) tidak lepas dari kapitalisme yang lebih dulu berkuasa. Pertentangan yang terjadi banyak berkutat pada bidang ekonomi dan sosial. Bukan hanya itu, pandangan terhadap keberadaan agama pun menjadi perdebatan antara keduanya. Marxisme cenderung memperlihatkan sikap religio-phobia dan terkenal dengan istilah religion is the opium (agama adalah candu). Tak ayal lagi banyak yang mengutuk marxisme karena sikapnya yang menolak eksistensi agama. Tentu ini sangat kontradiktif dengan paham kapitalisme yang 'memelihara' agama sebagai salah satu alat untuk memperkokoh kapitalisme.

kalau kembali mengingat sejarahnya, Marx bukannya menolak agama. Masyarakat ideal dalam kitab perjanjian baru merupakan impian Marx, hanya saja kondisi pada saat itu dimana agama hanya dijadikan alat untuk mempertahankan posisi kaum kapitalis dalam menindas kaum buruh sehingga Marx mengambil kesimpulan bahwa agama adalah candu. Sehingga pernyataan ini merupakan bentuk ekspresi kekecewaan Marx terhadap realitas agama (gereja,red) gereja pada saat itu.

Sayangnya, marxisme terlanjur menerima cap sebagai paham penolak agama.Pada perkembangan selanjutnya paham ini sama sekali tidak mendapat perhatian dari kaum agamawan. Banyak pemuka agama ramai-ramai membadik Marxisme dengan sebutan rendah, bahkan sampai pada pengkafiran. Tak terkecuali Islam, selain karena Marxisme bersasal dari barat, banyak ulama yang mengharamkan paham ini terkait dengan slogan Karl Marx bahwa agama adalah candu. Padahal candu yang dimaksudkan Marx ketika agama dijadikan alat untuk menghalalkan penindasan, membela tiran, dan mempertahankan status quo yang tidak pro buruh.

Agama apa pun akan menjadi opium ketika keberadaannya hanya dijadikan slogan untuk melegitimasi penindasan dan segala bentuk ketidakadilan. Bukankah agama lahir karena  untuk menghapus penindasan dan ketidakadilan di muka bumi [?]

7 Mei 2011

Kuliah Tamu H. Ahmad Muzani Di Universitas Hasanuddin

Jumat, 6 Mei 2011 Rangkaian Anniversary XXXI Kemasos FISIP UNHAS mengadakan kuliah tamu dengan pembicara utama H. Ahmad Muzani Anggota DPR RI Komisi I Periode 2009-2014. Komisi I DPR RI merupakan komisi yang membidani pertahanan keamanan negara. Tema yang diangkat adalah: Ilusi Kebebasan Berpendapat, Anarkisme Mahasiswa Sebagai Ancaman Keamanan Negara. Sekilas, tema ini sangat menarik untuk dibahas di tengah-tengah labelisasi aksi mahasiswa sebagai anarkisme yang bukannya berkontribusi malah dianggap mengancam keamanan negara. Apalagi, Muzani (Ahmad Muzani ,red) sebagai wakil rakyat yang secara khusus membahas isu tentang keamanan negara.

Kuliah tamu yang sedianya berlangsung pada pukul 13.00, sesuai dengan yang tertera di undangan yang saya bawa, malah molor hingga pukul 15.00. Peserta kuliah yang hadir sedari tadi mulai resah ditambah dengan suasana ruangan yang sumpek karena banyaknya peserta. Tepat pukul 15.10 H. Ahmad Muzani dan rombongan tiba di tempat beserta jajaran dosen FISIP UNHAS. Setelah melewatkan beberapa sambutan, H. Ahmad Muzani menyampaikan pidatonya.

Pembawaan yang tenang, Muzani memulai kuliah tamu dengan mengangkat isu NII (Negara Islam Indonesia) dikaitkan dengan RUU Intelejen. Menurutnya, ditenggarai merebaknya isu NII merupakan agenda politik untuk memuluskan langkah RUU Intelejen yang pembahasannya masih alot karena beberapa pasal masih ditolak. Salah satu pasal yang ditolak menurut Muzani adalah hak penangkapan dan penyadapan oleh BIN. pernyataannya ini diulang sampai beberapa kali sampai-sampai teman yang duduk di sebelah saya berseloroh "pantas kalau pasal tentang penyadapan ditolak. Kalau diteima, nanti korupsinya ketahuan." Spontan saya protes, "wuusss, diam ah...!!!"

Awalnya saya agak senang ketika, Muzani memaparkan latar belakangnya sebagai aktivis sejak mahasiswa dan profesinya sebagai wartawan sebelum duduk di kursi legislatif. Namun, saya mulai kecewa ketika pembicaraannya mulai ngelantur dan melenceng jauh dari tema. Tidak sedikit pun disinggung mengenai aksi mahasiswa yang kadang dicap anarkis dan mengancam keamanan negara. Beliau lebih banyak menyinggung aktivitasnya di Senayan, demokrasi transisi, dan integritas pemimpin. Sesekali nada pencitraan diri keluar dari mulutnya.

Pembicaraannya mulai membosankan. Untungnya beliau cepat turun dari podium dan bersedia melayani pertanyaan. Saya sangat tertarik ketika seorang penanya dari Penerbitan kampus, Identitas mengajukan keberatannya terhadap partai politik yang tidak punya landasan ideologi, mudahnya seorang kader pindah partai, dan tidak adanya perekrutan yang jelas dalam tubuh partai politik. Muzani mengakui hal ini memang menjadi persoalan klasik partai politik dan telah berlangsung sekian lamanya. Penyebab utamanya adalah pragmatisme partai politik yang dengan mudah menerima anggota tanpa melihat kualitas kader dari segi intelektual. kebanyakan partai hanya merekrut kader 'berdompet tebal' untuk dimasukkan dalam jajaran partai. Budaya ini yang harus di terus dikikis. Menurutnya, demokrasi transisi butuh partai berideologi untuk mengokohkan bangunan demokrasi demi terwujudnya negara kuat dan maju.

Secara umum, pembahasan banyak berputar di isu politik. Hampir tidak ada penjelasan yang memuaskan dari Muzani tentang aksi mahasiswa yang anarkis serta kaitannya dengan keamanan negara. Kuliah tamu ini seperti menjadi kuliah politik.

5 Mei 2011

Kelahiran layaknya Sebuah Kematian

Dalam ilmu biologi, fertilisasi (pembuahan) terjadi ketika sel ovum bertemu dengan sel sperma.Ovum yang telah dibuahi ini akan berkembang menjadi zigot. Perkembangan selanjutnya terus terjadi sampai terbentuk janin yang sempurna. Secara sederhana seperti itulah proses yang dilalui oleh setiap orang dalam kandungan ibunya sebelum dilahirkan ke dunia.

Kehidupan manusia di dunia menyerupai kehidupan janin dalam bayi. Dimana, perpindahan dari alam lain menyerupai kelahiran bayi dari rahim ibunya. Analogi ini memang tidaklah sempurna, namun sudah cukup sempurna untuk menggambarkan perjalanan hidup manusia di dunia.Perbedaan yang cukup mendasar adalah, kematian merupakan perpindahan dari alam fisik ke alam ghaib. Sedangkan kelahiran bukanlah perpindahan alam seperti pada kematian karena rahim dan dunia adalah alam fisik.

Namun yang cukup menakjubkan, selama janin menempel dalam rahim, tidak sekalipun ia menggunakan organ tubuhnya seperti paru-paru, jantung, mata, hidung dan organ lainnya. Jika saja alat pernapasan sudah berfungsi, niscaya janin akan mati dalam kandungan. Keadaan seperti ini akan terus berlangsung sampai proses kelahiran bayi. Tapi, begitu janin keluar dari perut ibunya, pernapasannya langsung berfungsi. Sekiranya untuk sesaat saluran pernapasan itu tidak berfungsi, nscaya sang bayi akan segera menemui ajalnya.

Bagitulah kehidupan bayi sebelum dan pasca kelahiran. Analogi ini bisa ditarik ke dalam kehidupan manusia, dimana kematian merupakan proses kelahiran menuju alam yang sama sekali berbeda. sebelum lahir, janin menlalani kehidupan dengan sistem yang sama sekali berbeda setelah ia dilahirkan; manusia menjalani hidup dengan sistem yang juga sangat berbeda setelah ia mengalami kematian.

Apa hikmah yang bisa ditarik?
janin sebelum dilahirkan sudah memiliki organ yang sempurna dan siap untuk digunakan. namun, dalam rahim organ tersebu tidak digunakan dan sama sekali tidak dirancang untuk digunakan dalam rahim. ia dirancang untuk kehidupan yang akan datang yaitu kehidupan di dunia ini. Pernapasan, penglihatan, pendengaran, dan organ lainnya dibuat dan disempurnakan dalam rahim untuk dipergunakan dalam kehidupan di periode selanjutnya. Kehidupan yang berlangsung di dalam rahim erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Segenap perbuatan manusia di dunia merupakan usaha untuk mempersiapkan diri, baik psikis maupun spiritual, menuju kehidupan akhirat. Proses kehidupan manusia adalah seharusnya menjadi bentuk penyempurnaan diri dari manusia, sehingga ia siap menghadapi kehidupan selanjutnya.
Allah swt berfirman;
Apakah kalian mengira kami menciptakan kalian dengan sia-sia dan bahwa kalian tidak dikembaliakn kepada kami? (Q.S Al-Mukmin;115)
Bahwa tuhan tidak menciptakan manusia dalam kesia-siaan. Semua sistem yang diciptakan oleh Tuhan adalah untuk menempa dan menyempurnakan manusia, sekalipun itu baru digunakan ketika manusia berpulang ke Rahmatullah. Jika saja penciptaan ini sia-sia, maka pengandaian itu sama dengan kehidupan janin. Untuk apa organ disempurnakan, toh tidak digunakan juga. jadi, tidak mungkin segenap kehidupan manusia merupakan sebuah kesia-siaan.

Apa yang bisa disimpulkan?
Kemaatian adalah akhir periode dari kehidupan manusia sekaligus menjadi awal kehidupan yang baru. Dalam kaitannya dengan akhirat, kematian adalah sebuah kelahiran. Mirip dengan kelahiran bayi di dunia adalah sebuah kelahiran, kaitannya dengan kehidupan rahim, kelahiran adalah kematian

*) beberapa bagian dikutip dari keadilan ilahi karya murtadha muthahhari

3 Mei 2011

Keridhaan Sejati Adalah Keridhaan-Nya

Tentang kebahagiaan di balik bencana. Hegel, seorang filsuf Jerman berkata;
Konflik dan kejahatan bukanlah dua hal negatif yang muncul di dalam benak, melainkan dua hal faktual yang membentuk tangga mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Konflik adalah hukum kemajuan... Tidak meungkin seseorang mencapai kesempurnaan tanpa melalui tanggungjawab, kesengsaraan dan penderitaan. Penderitaan adalah sesuatu yang bisa dipahami, tanda kehidupan dan dorongan untuk kebaikan... Kehidupan bukanlah diciptakan untuk kebahagiaan (atau kesenangan dan kenyamanan yang dilahirkannya), melainkan untuk transformasi dan kesempurnaan...
Tentang dampak edukatif di balik cobaan dan kesulitan. Malwali, seorang penyair, bercerita tentang penjara Nabi Yusuf;
...Seorang sahabat (sahabat Nabi Yusuf) bertanya pada Nabi Yusuf: "Bukankah engkau pernah dilemparkan ke dalam sumur dan dijebloskan ke dalam penjara?"Yusuf menjawab: "Itulah cobaan bulan yang menyusut. Kalaupun pada saat itu bulan terbelah dua. Bulan purnama tampak sesudahnya di angkasa"
Kalau biji-bijian penyembuh mata tidak kita tumbuk sampai habis, niscaya ia tak akan bisa mempertajam cahaya dan mengobati sakit mata... Setelah benih gandum dibenamkan ke dalam tanah, barulah ia bisa tumbuh dan bercabang banyak... Setelah mereka menumbuknya dengan gilingan batu, jadilah harganya melambung selangit... Sebagai roti yang memelihara hidup manusia, ketika roti itu dicabik-cabik oleh gigi, jadilah ia akal, ruh, dan kecerdasan bagi manusia... Ketika ruh itu ditaburkan ke dalam cinta, jadilah ia tumbuhan yang menakjubkan para penaburnya
Tentang ridha dan ketentuan ilahi. Sa'di pernah mengatakan;
Orang yang berpandangan sempit selalu mencari ketenangan, sedangkan orang arif menemukan kesenangan dalam cobaan... Tinggalkan apa yang ada di sisimu dan yang tiada di sisimu, inilah lima hari  dari kehidupan yang diikuti kematian... Setiap orang yang terbunuh dengan pedang cinta, Katakan adanya!, "jangan bersedih, sebab tebusan darahmu adalah kerajaan abadi. Segala sesuatu yang datang dari sang kekasih pasti terasa manis... Wahai Sa'di! "Jangan kau cari keridhaan dirimu, sebab keridhaan sejati adalah keridhaan-Nya.
 Malwali melanjutkan; 
Bila kita memandang dengan jernih, niscaya cobaan itu akan terasa manis... Obat yang pahit pasti manis karena menyembuhkan... Manusia sungguh menyaksikan kemenangan di puncak kekalahannya, kemudian dia berkata, "bunuhlah aku, hai orang-orang yang terpercaya."
Sa'di juga mengatakan;
Permata-permata mahl itu dikeluarkan dari mulut ikan paus, sementara orang yang mencintai hidupnya pasti tak akan mengarungi lautan.

Note:
(Saya kutip dari buku Keadilan Ilahi karya Murtadha Muthahhari)

1 Mei 2011

Tips Berkendara ala Metamorfosa

Kemarin saya memposting tentang badan memar plus utang 40 ribu rupiah. Kejadian tersebut tidak aka saya jelaskan lagi di sini. Saya hanya akan menulis hikmah di balik musibah dalam postingan tersebut. Seperti kata pepatah ‘pengalaman adalah guru yang paling bijak’. Walaupun, katanya kecelakaan tersebut mirip tabrakan Casey Stoner dan Valentino Rossi di MotoGP, tapi jangan coba untuk ditiru, cukup saya yang jadi korban. Beberapa tips saat mengendarai motor, 
  • Kadang lagu hanya untuk didengarkan, bukan untuk dinyanyikan apalagi di atas motor. Saya melantunkan Never gonna leave this bednya maroon 5 ketika tabrakan kemarin.
  • Spion untuk melihat kendaraan dari belakang bukan untuk bercermin. Kedua spion si Cloudly (motor saya) sengaja saya arahkan ke wajah supaya bisa bercermin setiap saat walaupun sedang berkendara.
  • Nyalakan weser, kalau perlu 500 meter sebelum belok atau berhenti. Saya ditabrak karena lampu weser motor saya tidak nyala, padahal pembelokan 100 meter lagi.
  • Selalu gunakan pelindung kepala. Kata dokter, kepala memar karena saya hanya memakai kopiah dan tidak memakai helm (Dok, saya baru pulang shalat jumat).
  • Gunakan jaket pelindung saat berkendara. Kedua tangan saya ‘hancur’ karena tidak ber-pelindung.
  • Jangan ugal-ugalan kalau masih berstatus joki amatir. Karena joki amatiran yang seenaknya saja menyalip, saya ikut-ikutan kena batunya.
  • Rajin beribadah, maut selalu mengintai pengendara kapan saja. Tidak ada maksud untuk menakut-nakuti.  Setidaknya, dengan rajin beribadah, anda siap mati kapan pun. Waspadalah..!!!
  • Bawalah uang setiap saat. Saya masuk di rumah sakit dan tidak bisa melunasi tagihan sebanyak 40 ribu rupiah karena di dompet saya hanya berisi selembar uang 10 ribu. Untungnya teman saya berbaik hati melunasinya walaupun statusnya utang.
Sekian dari saya. Tips di atas murni dari pengalaman yang saya pernah alami selama ini. Anda bisa menambahkan tips sesuai dengan pengalaman anda sendiri. Safety our ride..!!!

Tidak Ada Revolusi di May Day

Setiap Tahunnya 1 Mei dirayakan sebagai Hari Buruh Internasional. Lahir ketika Kongres Sosialis pada tahun 1889 di Perancis yang menetapkan 1 Mei sebagai hari Buruh Internasional dan mengeluarkan resolusi:
Sebuah aksi internasional besar harus diorganisir pada satu hari tertentu dimana semua negara dan kota-kota pada waktu yang bersamaan, pada satu hari yang disepakati bersama, semua buruh menuntut agar pemerintah secara legal mengurangi jam kerja menjadi 8 jam per hari, dan melaksanakan semua hasil Kongres Buruh Internasional Perancis.
Resolusi ini mendapat sambutan luar biasa dari para buruh. Mereka mengistilahkannya dengan sebutan May Day sebagai simbol pelawanan terhadap segala bentuk penindasan terhadap kaum buruh. di beberapa negara, termasuk Indonesia, May Day ditetapkan sebagai hari libur Nasional.

Di Indonesia sendiri, peringatan May Day dapat dilaksanakan secara terang-terangan pasca tumbangnya Orde Baru. May Day sering diasosiasikan dengan komunis sehingga mustahil merayakannya pada masa Orde Baru. Barulah beberapa tahun terakhir, hari raya kaum buruh ini dapat dilaksanakan secara terang-terangan di Indonesia.

Hari buruh sering di identikkan dengan aksi/unjuk rasa massal, mulai dari buruh, petani, maupun mahasiswa. Jenis aksinya pun macam-macam, mulai dari aksi damai sampai aksi anarkis dan brutal. Jadi jangan heran kalau di Bulan April, aparat gencar-gencarnya menyusun strategi mengamankan hari buruh.

Banyak kalangan yang menganggap bahwa peringatan hari buruh merupakan bentuk perlawanan yang tersisa oleh kaum sosialis. hari buruh ini masih cenderung dilegalkan oleh pemerintah yang kapitalis sekalipun. Padahal semangat hari buruh berangkat dari upaya menghidupkan kembali komunisme yang menjamin perlawanan kaum proletar terhadap kaum borjuis. Hal ini bisa di analisa dengan teori kooptasi dan fakta (sekarang ini) bahwa hari buruh tidak akan meruntuhkan bangunan kokoh kapitalisme. 

Tuntutan utama kaum buruh adalah perbaikan nasib. Pengurangan jam kerja, kenaikan upah, jaminan sosial tenaga kerja, jaminan kesehatan, dll. Inilah sekelumit masalah yang kerap dihadapi kaum buruh dan mereka sering memperjuangkannya dengan unjuk rasa, pemogokan, dan segala bentuk penentangan terhadap pimpinan perusahaan.

Untuk menenangkan kaum buruh, banyak perusahaan yang membentuk serikat buruh sebagai mediator perjuangan kaum buruh. Seakan-akan kaum buruh punya 'saudara' yang akan membantu perjuangan mereka. Padahal ini hanya akal-akalan persahaan saja supaya kaum buruh tidak mogok ataupun unjuk rasa. Selain itu, perjuangan kaum buruh dianggap selesai ketika tuntutannya kabulkan pihak perusahaan, misalnya dengan kenaikan gaji (perbaikan taraf hidup), pengurangan jam kerja, dll. Akibatnya mereka akan tetap jadi buruh dan pemilik perusahaan masih akan terus mengendalikan perusahaan.
Kenyataan ini sangat berbeda dengan harapan Karl Marx, dimana unjuk rasa/perlawanan kaum buruh seharusnya ditujukan untuk merebut perusahaan/pabrik dari kaum borjuis (pemilik perusahaan) sehingga nantinya perusahaan akan dikendalikan langsung oleh kaum buruh. Inilah syarat terjadinya revolusi buruh.

Jika May Day tetap dimaknai sebagai hari memperjuangkan kenaikan gaji, maka buruh akan tetap jadi buruh dan pemilik perusahaan tetap langgeng dengan kekayaannya. Kapitalisme pun semakin kokoh. Kesimpulannya, tidak ada revolusi di May Day

Surat Pengunduran Diri Untuk Si Bos


Pukul 15.45, biasanya saya sudah nongol di kantor menyiapkan segala pesanan si bos. Aktivitas ini saya jalani setiap hari dengan semangatnya. Saking asyiknya, saya sering lupa waktu dan pulang larut malam. Kadang teman sekantor negur, “kasim, jangan lewatkan masa mudamu didepan monitor komputer, sekali-sekali cepat pulang dan nikmati hidupmu”. Teguran semacam ini sering terdengar sepanjang pekan ketika jarum jam bertengger di angka 10 dan teman sekantor sudah bersiap pulang.

Masih teringat jelas ucapan bos saya, “kasim, kami sepakat untuk menerimamu bergabung di sini dengan gaji Rp.xxxxxxx,-. Ingat, kita santai saja yah, nda usah protokoler yang penting target terpenuhi. Selamat..!!!”. Ucapan tersebut cukup menggairahkan dan dengan segera kujabat tangan bos erat-erat.

Beberapa bulan berlalu, pekerjaan menumpuk. Setiap hari si bos menugaskan tugas baru untuk diselesaikan. Karena karyawan sedikit, saya pun merangkap seksi sibuk. Marketing kantor, administrasi kantor, sampai konsumsi karyawan saya yang bertanggungjawab. Tidak masalah, yang penting ABS (Asal Bos Senang).

Suatu hari, saya mengalami kecelakaan motor di kampus UNHAS, Makassar. Walaupun tidak begitu parah, teman dilarikan saya ke rumah sakit. Di rumah sakit saya malah pusing, kenapa? Bukan karena kecelakaan, hari ini jumat (hari kerja), sebentar lagi jam 5 sore. Seharusnya saya sudah setor muka di kantor. Dengan Handphone pinjaman, saya menelpon bos. Berikut isi pembicaraan saya dengan bos,
Saya: “Assalamualaikum...”
Bos: ”yah, halo..”
Saya: “kasim ini pak,..”
Dengan suara enteng si bos bertanya “oh kamu sim, kenapa?”
Saya: ini pak, saya nda bisa masuk kerja hari ini karena sakit. Saya di rumah sakit sekarang, tadi kecelakaan motor”
Bos: “oh begitu yah, tapi file-file kantor sudah kamu kasi ke Evi kan?” (evi: teman sekantor, red)
Saya: “iya pak, saya sudah kasi evi kemarin”
Bos: “oh ya sim, yang saya suruhkan kemarin jadi kan? Soalnya kita butuh untuk marketing nanti.”
Saya: “iya pak, saya sudah bereskan semua”
Bos: “kalau masuk kantor, tolong cetak modul yang sudah jadi itu. Nanti saya kasi uang untuk cetak, ok!”
Saya: “iya pak. Maaf ya pak, saya minta izin hari ini. Terima kasih pak”
Bos: “iya nda apa-apa..”
Saya: “Assalamualaikum...”
Bos: “eh sim, bagaimana keadaanmu sekarang?”
Saya: “Alhamdulilah, semakin membaik pak. Mungkin beberapa hari baru bisa masuk kantor pak..”
Bos: “oh ya sudah kalau begitu, cepat masuk kantor yah”
Saya: “iya pak”
Tuuuuuuutttt...(telepon dimatikan oleh bos)
Saya merenung sekitar 15 menit. Ternyata bagi si bos urusan kantor jauh lebih penting daripada nyawa saya. Saya berjanji dalam hati untuk segera membuat surat pengunduran diri. Materi (duit,red) penting, tapi mengabdi kepada orang bermateri tapi tidak punya hati adalah kesalahan besar.
“Aduh, kok mundur kasim?” Pertanyaan bos yang tidak terjawab ketika saya masuk ke ruangannya dan membawa selembar surat berisi pengunduran diri. Tanpa sepatah kata saya meninggalkan kantor. Di seberang jalan, saya membalikkan badan “Maaf pak, saya masih punya hati, makanya saya meninggalkan pekerjaan ini...”

Badan Memar Plus Utang 40 ribu Rupiah

Jumat, 29 april 2011 adalah Hari yang tidak akan saya lupakan. Kejadian mengejutkan tiba-tiba saja menimpa yang mengharuskan tubuhku tergolek di ruang UGD RS. Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Mulai dari kedua kaki, pinggang, kedua tangan sampai kepala sebelah kanan, semua tidak luput dari merahnya betadine. Entahlah mungkin saja menemui hari yang sial, walaupun saya sedikit bersyukur karena ‘partner’ kecelakaan yang dirawat di bilik sebelah terancam amputasi kedua kakinya sedangkan saya hanya luka lecet dan memar akibat benturan dengan aspal keras.

Ketika itu, pukul 11.40 saya mengajak teman Jumatan di mesjid kampus UNHAS. Karena jaraknya agak jauh dari Fakultasku, Farmasi, kami memutuskan untuk naik motor. 11.45 kami tiba di Mesjid untuk menunaikan kewajiban yaitu shalat jumat. Tepat jam 1 siang shalat jumat usai dan kami keluar dari mesjid. Rencananya, saya hanya akan mengantar teman sampai di depan gedung rektorat. Kebetulan, fakultas kami tidak begitu jauh dari gedung rektorat. saya mau pulang ke kostan ganti baju sekalian makan siang.

Banyaknya kendaraan, terutama motor, yang keluar dari mesjid kampus dan memenuhi ruas jalan di kampus, saya memutuskan  untuk berjalan pelan. Sesampai di depan gedung rektorat, teman turun dari motor dan saya melanjutkan perjalanan pulang.

Musibah akhirnya datang juga. Belum 100 meter dari gedung rektorat, Honda Beat berpenumpang 2 orang melaju dari belakang dan berniat menyalip motor saya dari kanan.Sialnya, stir motornya tersangkut di tali gas motor saya. Saya terpental dan tergeletak di aspal dengan motor yang terseret di pinggir jalan. Sedangkan Honda Beat tersebut terus melaju walaupun keseimbangan jelas-jelas sudah hilang. Bruuuk...! Cowok si joki Beat terhempas di trotoar, tulang kakinya patah, dan tak sadarkan diri sedangkan si cewek (yang dibonceng) sedikit beruntung karena dia terlempar masuk ke taman melewati trotoar. Hanya lutut yang lecet, walaupun dia terlihat sangat shock.

Untungnya, ada teman yang kebetulan lewat. Dialah yang mengantar saya ke Rumah sakit. Saya baru benar-benar sadar setelah setengah jam berlalu di Rumah Sakit. Ternyata sekujur tubuh sudah dipenuhi luka. Alhamdulillah, tidak ada luka yang serius. Di ruangan lain ‘partner’ kecelakaan saya juga sudah sadarkan diri. Seisi UGD, hanya teriakannya yang terdengar ketika lukanya dibersihkan dengan ringer laktat. Yah, saya jauh lebih beruntung.

Satu jam kemudian setelah dokter memberi resep, saya diijinkan meninggalkan rumah sakit. Tanpa sempat berkenalan dengan ‘partner’ kecelakaan saya meninggalkan Ruang UGD. Karena uang di dompet hanya 10 ribu rupiah, biaya administrasi sebanyak 40 ribu rupiah dilunasi oleh teman.

Akhirnya, saya meninggalkan Rumah sakit dengan luka memar sepanjang tubuh plus utang 40 ribu rupiah. Akh...